Karotenoid dari Makroalgae dan
Mikroalgae: Potensi
Kesehatan Aplikasi dan Bioteknologi
I PENDAHULUAN
1.1 Latar
Belakang
Karotenoid
merupakan pigmen yang paling umum terdapat di alam dan disintesis oleh semua
organisme fotosintetik dan fungi (Vílchez et al., 2011). Karotenoid
berasal dari kelas terpenoid, berupa rantai poliena dengan 40 karbon yang
dibentuk dari delapan unit isoprena C5, yang memberikan struktur molekul
karotenoid yang khas (del Campo et al., 2007). Karotenoid dikelompokan
menjadi 2 kelompok: (1) karoten, yang merupakan kelompok hidrokarbon (C40H56)
dan (2) xantofil, yang merupakan turunan karoten teroksigenasi (Gross, 1991).
Semua xantofil disintesis oleh tanaman tinggi, sementara violaxantin,
anteraxantin, zeaxantin, neoxantin dan lutein, juga dapat disintesis oleh
mikroalgae.
Hingga saat
ini telah teridentifikasi 700 jenis karotenoid berdasarkan perbedaan struktur
molekulnya (Britton et al., 1995). Sumber karotenoid yang paling penting
berasal dari tumbuhan (Zeb dan Mehmood, 2004). Pada tumbuhan dan algae,
karotenoid memegang peranan penting dalam proses fotosintesis bersama dengan
klorofil. Sebagai pigmen yang jumlahnya berlimpah di alam, karotenoid juga
memiliki manfaat yang luar biasa bagi kehidupan manusia. Karotenoid memberikan
kontribusi yang besar bagi berbagai sektor kehidupan terutama sebagai sumber
vitamin A yang bermanfaat bagi organ visual, pewarna makanan, bahan aditif pada
makanan, penambah sel darah merah, antioksidan, antibakteria, meningkatkan
imunitas, serta pengganti sel-sel yang rusak (Ndiha dan Limantara, 2009;
Kusmiati et al., 2010).
Berdasarkan
beberapa hasil penelitian, algae merupakan salah satu penghasil karotenoid
terbesar. Karotenoid algae menunjukkan keragaman struktur dan sekitar 100
karotenoid yang berbeda telah ditemukan pada algae (Britton et al.,
1995). Lebih dari 40 karoten dan xantofil telah diisolasi dan dikarakterisasi
dari mikroalga (Jin et al., 2003). Review dari jurnal ini memfokuskan
pada jenis-jenis karotenoid yang bersumber dari makro dan mikro algae,
potensinya bagi kesehatan, aplikasi serta bioteknologi yang dikembangkan untuk
peningkatan produksi biopigmen dari algae.
II
PEMBAHASAN
Mikroalgae penghasil
karotenoid
Menurut del Campo et al. (2007), mikroalgae merupakan
sumber alami untuk berbagai senyawa penting, termasuk pigmen. Selain xantofil
utama, mikroalgae dapat mensintesis xantofil tambahan, misalnya, loroxantin,
astaxantin dan kastaxantin. Beberapa jenis mikroalgae hijau seperti Dunaliela
spp dan Haemotococcus pluvialis (Gambar 1), dapat menjadi merah ketika
mengakumulasi karotenoid dengan konsentrasi tinggi pada kondisi yang sesuai.
Jenis-jenis mikroalgae yang kini telah dikultur untuk dimanfaatkan antara lain:
Dunaliela spp
Dunaliella merupakan mikroalga hijau
yang memiliki kemampuan untuk mengakumulasi jumlah β-karoten alami dalam jumlah
sangat tinggi pada beberapa kondisi stres seperti keterbatasan nitrogen atau
konsentrasi garam tinggi dan terkena intensitas cahaya tinggi (El Baz et al.,
2002; Abd El-Baky et al., 2004; Raja et al., 2007). Hasil
penelitian yang dilakukan oleh Abd El-Baky et al. (2007b), ditemukan
bahwa Dunaliella salina mengakumulasi jumlah karotenoid yang tinggi
(12,6%, berat kering), termasuk β-karoten (60,4% dari karotenoid total),
astaxantin (17,7%), zeaxantin (13,4%), lutein (4,6%), dan kriptoxantin (3,9%),
ketika dibudidayakan dibawah kondisi stres salinitas dan dikombinasikan dengan
tingkat nitrogen rendah.
Haemotococcus pluvialis
Mikroalga lain yang dapat menghasilkan pigmen adalah H. pluvialis,
biflagelata dengan sel berbentuk bola, elips, atau berbentuk buah pir. H.
pluvialis merupakan salah satu alga yang mensintesis dan mengakumulasi
astaxantin konsentrasi tinggi di alam, 1000-3000 kali lipat lebih tinggi
dibandingkan fillet salmon, dan sekarang telah dibudidayakan pada skala
industri. Akumulasi astaxantin terjadi akibat respon terhadap tekanan
lingkungan terutama intensitas cahaya yang tinggi, kurangnya udara, nitrogen,
terbatasnya fosfat dan kadar garam. H. Pluvialis mengandung astaxantin
sebanyak 1,5-3% berat kering dalam kondisi stres. Kandungan karotenoid H.
pluvialis sekitar 70% berupa monoesters astaxantin, 10% diester astaxantin,
5% astaxantin bebas, dan 15% sisanya terdiri dari campuran bkaroten,
kantaxantin, lutein dan karotenoid lainnya. Meskipun lebih dari 95% dari pasar
mengkonsumsi astaxantin sintetik, namun permintaan konsumen untuk produk-produk
alami telah mendukung produksi astaxantin alami dari Haematococcus
(Cysewski dan Lorenz, 2004).
Chlorella
Chlorella merupakan spesies mikroalga hijau yang dijumpai di semua habitat air dan telah diisolasi dari air tawar serta habitat air laut (Iwamoto, 2004). Chlorella pyreniodesa diketahui sebagai penghasil beberapa jenis karotenoid, seperti β-karoten, α-karoten, lutein, zeaxantin, astaxantin, dan neoxantin. Mikroalga Chlorella pyrenoidosa menghasilkan senyawa lutein kasar 100 μg/g berat basah selnya. Dari hasil fraksinasi dan purifikasi diperoleh ekstrak lutein murni sebesar 0,878 μg/g berat basah sel mikroalga (Kusmiati et al., 2010). Ditambahkan pula oleh Iwamoto (2004), setiap gram massa sel kering terkandung karotenoid total 7 mg (3,5 mg lutein, 0,5 mg α-karoten, 0,6 mg β-karoten) dan 35 mg klorofil. Sementara karotenoid utama dari C. ellipsoidea terdiri dari violaxantin, anteraxantin dan zeaxantin, sedangkan karotenoid dari C. vulgaris hampir seluruhnya terdiri dari lutein (Cha et al., 2008).
Chlorella merupakan spesies mikroalga hijau yang dijumpai di semua habitat air dan telah diisolasi dari air tawar serta habitat air laut (Iwamoto, 2004). Chlorella pyreniodesa diketahui sebagai penghasil beberapa jenis karotenoid, seperti β-karoten, α-karoten, lutein, zeaxantin, astaxantin, dan neoxantin. Mikroalga Chlorella pyrenoidosa menghasilkan senyawa lutein kasar 100 μg/g berat basah selnya. Dari hasil fraksinasi dan purifikasi diperoleh ekstrak lutein murni sebesar 0,878 μg/g berat basah sel mikroalga (Kusmiati et al., 2010). Ditambahkan pula oleh Iwamoto (2004), setiap gram massa sel kering terkandung karotenoid total 7 mg (3,5 mg lutein, 0,5 mg α-karoten, 0,6 mg β-karoten) dan 35 mg klorofil. Sementara karotenoid utama dari C. ellipsoidea terdiri dari violaxantin, anteraxantin dan zeaxantin, sedangkan karotenoid dari C. vulgaris hampir seluruhnya terdiri dari lutein (Cha et al., 2008).
Spirulina (Spirulina platensis)
Alga hijau-biru Spirulina (Spirulina platensis), merupakan
sumber fikobiliprotein khususnya fikosianin, yang dapat mencapai 17-20% dari
berat kering sel Spirulina (Chastenholz, 1989 dalam Hu, 2004). Spirulina
memiliki bentuk spiral kumparan. Nama Spirulina adalah nama umum suplemen
makanan manusia dan hewan yang dihasilkan terutama dari dua spesies Spirulina:
Spirulina platensis dan Spirulina maxima. Spirulina juga
mengakumulasi β-karoten lebih dari 0,8-1 ,0% berat keringnya. Kromatogram KCKT
dari S. plantensis menunjukkan adanya kandungan β-karoten (39,12 µg/g), astaxantin
(5,61 µg/g), lutein (0,30 µg/g), zeaxantin (1,56 µg/g) dan kriptoxantin (1,69
µg/g) sebagai komponen karotenoid
utama bersama dengan karotenoid lain (Abd El-Baky et al., 2007a).
utama bersama dengan karotenoid lain (Abd El-Baky et al., 2007a).
Gambar 1. Mikroalga penghasil pigmen: Dunaliela spp. (a), Haemotococcus
pluvialis (b), Chlorella (c), Spirulina platensis (d)
Karotenoid dari makroalgae
Makroalgae adalah salah satu sumber daya laut yang penting untuk
pangan, pakan dan obat sejak zaman kuno di Barat (Kumar, 2009). Makroalgae
dikelompokkan dalam tiga divisi utama yaitu Chlorophyceae (alga hijau),
Phaeophyceae (alga coklat) dan Rhodophyceae (alga merah).
Alga merah
Anggota Rhodophyceae biasanya dapat dijumpai di perairan dangkal
hingga zona intertidal. Salah satu anggota Rhodophyceae yang terkenal dan telah
banyak dibudidayakan untuk kepentingan perekonomian adalah jenis Kappaphycus
alvarezii (Gambar 2a). K. alvarezii memiliki warna tallus yang
bervariasi dari merah, coklat, hingga hijau. Berdasarkan hasil penelitian,
diketahui kandungan karotenoid pada K. Alvarezii terdiri dari zeaxantin,
β-karoten, violaxantin, kriptoxantin, xantofil, dan lutein (de Fretes et al.,
2011; Andersson et al., 2006). Sementara karotenoid yang terkandung pada
Porphyridium cruentum antara lain cis-zeaxantin, transzeaxantin,
α-karoten dan cis α-karoten (Abidin et al., 2010).
Alga coklat
Alga coklat kaya akan fukoxantin dan pigmen fotosintesis lain
yaitu klorofil a dan c (Zapata et al., 2006), β-karoten
dan violaxantin (Burtin, 2003). Keberadaan klorofil a pada alga coklat
dilengkapi dengan pigmen aksesoris yaitu klorofil c dan karotenoid yang
berfungsi melindungi klorofil a dari foto-oksidasi (Atmadja, 1996; Green
dan Dunford, 1996). Hasil penelitian menunjukan komposisi karotenoid pada Sargassum
sp. (Gambar 2b), yaitu fukoxantin, xantofil, dan β-karoten (Merdekawati,
2009; Hegazi, 2002).
Gambar 2. Makroalga: Kappaphycus alvarezii (Alga merah)
(a), Sarggasum sp. (Alga coklat) (b), Caulerpa sp. (Alga hijau)
(c)
Alga hijau
Selain memiliki klorofil sebagai pigmen fotosintesisnya, alga
hijau juga memiliki karotenoid sebagai pigmen tambahan. Karotenoid utama yang
dimiliki alga hijau diantaranya β-karoten, lutein, violaxantin, anteraxantin,
zeaxantin, dan neoxantin (Atmadja, 1996; Burtin, 2003). Hasil penelitian yang
dilakukan oleh Hegazi et al. (1998), siponoxantin hadir sebagai
karotenoid utama pada Caulerpa prolifera (Gambar 2c). Selain itu C.
prolifera juga mengandung siponein, neoxantin, violaxantin, mikroxantin,
mikronon, lutein, α-karoten dan β-karoten.
Potensi karotenoid dari mikroalgae dan makroalgae bagi kesehatan
Karotenoid menunjukkan aktivitas biologis sebagai antioksidan,
mempengaruhi regulasi pertumbuhan sel, dan memodulasi ekspresi gen dan respon
kekebalan tubuh. Antioksidan merupakan senyawa yang dapat mencegah proses oksidasi
radikal bebas. Pada manusia, reaksi oksidasi didorong oleh spesies oksigen
reaktif, yang jika tidak dinonaktifkan oleh karotenoid maka akan menyebabkan
kerusakan protein dan mutasi DNA, pada akhirnya menyebabkan penyakit
kardiovaskular, beberapa jenis kanker, penyakit degeneratif, dan penuaan.
Karotenoid mampu menyerap energi eksitasi singlet oksigen radikal ke dalam
rantai, sehingga melindungi jaringan dari kerusakan kimiawi. Bukti epidemiologi
menunjukan hubungan antara tingginya asupan konsentrasi karotenoid dengan rendahnya
risiko penyakit kronis (Rao dan Rao, 2007). Makroalga digunakan sebagai makanan
dengan manfaat dan potensi gizi serta manfaat bagi industri dan obat-obatan untuk
berbagai tujuan (Abd El-Baky et al., 2008). Aktifitas antioksidan Padina
minor menunjukkan peran yang potensial sebagai produk nutraceutical dan
cosmeceutical (Amornlerdpison et al., 2007). Sementara hasil penelitian
yang dilakukan oleh Zahra et al. (2007) menunjukkan bahwa alga Sargassum
boveanum berpotensi menjadi sumber antioksidan alami. Banyak mikroalgae
menghasilkan senyawa bioaktif seperti antibiotik, algisida, senyawa farmasi
aktif dan pengatur
per-tumbuhan tanaman (Katırcıoğlu et al., 2004). Antibiotik telah diperoleh dari berbagai jenis algae. Algae juga telah diteliti sebagai sumber vitamin dan prekursor vitamin, terutama asam askorbat, riboflavin dan α-β-dan γ -tokoferol. Beta-karoten (β-karoten) dan karotenoid lainnya (astaxantin dan lutein) merupakan bagian integral dari fotosintesis yang juga ditemukan pada algae dan berfungsi sebagai pigmen aksesori di kompleks pemanen cahaya (light harvesting) dan
sebagai agen pelindung melawan produk oksigen aktif yang terbentuk dari fotooksidasi. Di antara berbagai mikroalgae yang telah dieksplorasi potensi komersialnya, spesies Dunaliella, Chlorella, dan Spirulina merupakan tiga mikroalgae utama yang telah berhasil dikultur untuk memproduksi senyawa berharga dengan konsentrasi tinggi seperti lipid, protein dan pigmen (ElBaz et al., 2002). Beberapa karotenoid penting yang dihasilkan oleh algae adalah sebagai berikut:
per-tumbuhan tanaman (Katırcıoğlu et al., 2004). Antibiotik telah diperoleh dari berbagai jenis algae. Algae juga telah diteliti sebagai sumber vitamin dan prekursor vitamin, terutama asam askorbat, riboflavin dan α-β-dan γ -tokoferol. Beta-karoten (β-karoten) dan karotenoid lainnya (astaxantin dan lutein) merupakan bagian integral dari fotosintesis yang juga ditemukan pada algae dan berfungsi sebagai pigmen aksesori di kompleks pemanen cahaya (light harvesting) dan
sebagai agen pelindung melawan produk oksigen aktif yang terbentuk dari fotooksidasi. Di antara berbagai mikroalgae yang telah dieksplorasi potensi komersialnya, spesies Dunaliella, Chlorella, dan Spirulina merupakan tiga mikroalgae utama yang telah berhasil dikultur untuk memproduksi senyawa berharga dengan konsentrasi tinggi seperti lipid, protein dan pigmen (ElBaz et al., 2002). Beberapa karotenoid penting yang dihasilkan oleh algae adalah sebagai berikut:
Beta-karoten (β-karoten)
Beta-karoten (β-karoten) merupakan jenis karotenoid yang paling
banyak jumlahnya di alam dan hampir semua tanaman mengandung β-karoten. Dunaliella
mampu mengakumulasi β- karoten dalam konsentrasi yang sangat tinggi saat
dikultur dengan kondisi stres lingkungan. Tidak seperti astaxantin, likopen dan
kriptoxantin, β-karoten dapat diubah menjadi vitamin A di dalam tubuh. Cincin β
dari β–karoten didalam tubuh akan diubah menjadi vitamin A oleh enzim 15,15’
dioksigenase menjadi 2 molekul retinal, kemudian molekul retinal akan direduksi
menjadi retinol yang merupakan vitamin A (Lindqvist dan Anderson, 2002). Struktur
kimia β-karoten dan beberapa karotenoid lain yang diproduksi oleh algae
disajikan pada Gambar 3.
Karotenoid khususnya β-karoten memiliki aktifitas antioksidan yang
tinggi sehingga mampu mengurangi resiko penyakit jantung, stroke, semua
penyakit kardiovaskuler dan melindungi tubuh dari risiko kanker paru-paru,
payudara dan
prostat (Burtin, 2003). Beta-karoten (β-karoten) dalam mendeaktivasi radikal bebas diawali dengan proses peroksidasi lemak, karena β-karoten merupakan salah satu tipe antioksidan lemak (Burton dan Ingold, 1984 dalam Limantara dan Kusmita, 2009). Aktivitas antioksidan trans-β karoten lebih tinggi dari cis β-karoten. Senyawa β-karoten dalam bentuk isomer trans mempunyai aktifitas provitamin A sebesar 100%. Perubahan stuktur kimia β-karoten dari bentuk trans ke bentuk cis menyebabkan penurunan aktivitas vitamin A dari 100% ke 30% (Andarwulan dan Sutrisno, 1992).
prostat (Burtin, 2003). Beta-karoten (β-karoten) dalam mendeaktivasi radikal bebas diawali dengan proses peroksidasi lemak, karena β-karoten merupakan salah satu tipe antioksidan lemak (Burton dan Ingold, 1984 dalam Limantara dan Kusmita, 2009). Aktivitas antioksidan trans-β karoten lebih tinggi dari cis β-karoten. Senyawa β-karoten dalam bentuk isomer trans mempunyai aktifitas provitamin A sebesar 100%. Perubahan stuktur kimia β-karoten dari bentuk trans ke bentuk cis menyebabkan penurunan aktivitas vitamin A dari 100% ke 30% (Andarwulan dan Sutrisno, 1992).
Gambar 3. Struktur kimia
dari beberapa karotenoid yang diproduksi oleh algae
Fukoxantin
Fukoxantin adalah golongan senyawa karotenoid berwarna oranye, yang dapat dibedakan dengan anggota karotenoid lain, seperti karoten pada wortel atau likopen yang memberikan warna merah pada tomat. Sebagian fukoxantin berasal dari alga coklat, yakni jenis yang sering digunakan sebagai makanan tradisional Jepang seperti wakame (Undaria pinnatifida) dan hijiki (Hijikia fusiformis). Dilaporkan bahwa fukoxantin memiliki aktivitas anti kanker pada tikus uji, menghambat pertumbuhan sel tumor dan menginduksi apoptosis dalam sel kanker. Karotenoid tidak hanya bertindak sebagai antioksidan saja, tetapi juga dapat bertindak sebagai prooksidan. Ikatan rangkap terkonjugasi yang dimiliki oleh fukoxantin dan neoxantin dianggap sangat rentan terhadap asam, alkali, dan oksigen. Aktivitas prooksidan inilah yang diduga berperan untuk menginduksi apoptosis pada sel kanker (Lee et al., 2003).
Fukoxantin adalah golongan senyawa karotenoid berwarna oranye, yang dapat dibedakan dengan anggota karotenoid lain, seperti karoten pada wortel atau likopen yang memberikan warna merah pada tomat. Sebagian fukoxantin berasal dari alga coklat, yakni jenis yang sering digunakan sebagai makanan tradisional Jepang seperti wakame (Undaria pinnatifida) dan hijiki (Hijikia fusiformis). Dilaporkan bahwa fukoxantin memiliki aktivitas anti kanker pada tikus uji, menghambat pertumbuhan sel tumor dan menginduksi apoptosis dalam sel kanker. Karotenoid tidak hanya bertindak sebagai antioksidan saja, tetapi juga dapat bertindak sebagai prooksidan. Ikatan rangkap terkonjugasi yang dimiliki oleh fukoxantin dan neoxantin dianggap sangat rentan terhadap asam, alkali, dan oksigen. Aktivitas prooksidan inilah yang diduga berperan untuk menginduksi apoptosis pada sel kanker (Lee et al., 2003).
Astaxantin
Astaxantin adalah pigmen karotenoid golongan xantofil yang dikenal sebagai antioksidan biologis yang baik. Astaxantin bisa ditemukan pada mikroalga yang hidup di perairan seluruh dunia, serta pada hewan laut seperti salmon segar, udang, dan lobster (Guerin et al., 2003; Suseela dan Toppo, 2006). Astaxantin digunakan sebagai sumber pigmentasi yang memberikan warna merah muda pada organisme-organisme tersebut. Dalam berbagai penelitian, astaxantin telah terbukti menunjukkan efek pemadaman yang kuat terhadap singlet oksigen, kemudian melepaskan energi dalam bentuk panas, dan menetralkan radikal bebas yang selanjutnya mencegah dan menghentikan reaksi oksidasi (Guerin et al., 2003). Aktivitas astaxantin diyakini merupakan mekanisme utama dari aktivitas perlindungan terhadap fotooksidasi oleh sinar UV, inflamasi, kanker, penuaan dan penyakit yang terkait dengan usia, peningkatan respon sistem imun, fungsi hati dan jantung, kesehatan mata, persendian dan prostat (Guerin et al., 2003). Astaxantin dapat dihasilkan secara bioteknologi oleh sejumlah mikroorganisme, dan yang paling baik adalah oleh Haematococcus pluvialis (Chlorophyceae), yang mengakumulasi astaxantin sebagai respon terhadap kondisi stres lingkungan seperti radiasi, suhu dan salinitas yang tinggi (Wang et al., 2003).
Astaxantin adalah pigmen karotenoid golongan xantofil yang dikenal sebagai antioksidan biologis yang baik. Astaxantin bisa ditemukan pada mikroalga yang hidup di perairan seluruh dunia, serta pada hewan laut seperti salmon segar, udang, dan lobster (Guerin et al., 2003; Suseela dan Toppo, 2006). Astaxantin digunakan sebagai sumber pigmentasi yang memberikan warna merah muda pada organisme-organisme tersebut. Dalam berbagai penelitian, astaxantin telah terbukti menunjukkan efek pemadaman yang kuat terhadap singlet oksigen, kemudian melepaskan energi dalam bentuk panas, dan menetralkan radikal bebas yang selanjutnya mencegah dan menghentikan reaksi oksidasi (Guerin et al., 2003). Aktivitas astaxantin diyakini merupakan mekanisme utama dari aktivitas perlindungan terhadap fotooksidasi oleh sinar UV, inflamasi, kanker, penuaan dan penyakit yang terkait dengan usia, peningkatan respon sistem imun, fungsi hati dan jantung, kesehatan mata, persendian dan prostat (Guerin et al., 2003). Astaxantin dapat dihasilkan secara bioteknologi oleh sejumlah mikroorganisme, dan yang paling baik adalah oleh Haematococcus pluvialis (Chlorophyceae), yang mengakumulasi astaxantin sebagai respon terhadap kondisi stres lingkungan seperti radiasi, suhu dan salinitas yang tinggi (Wang et al., 2003).
Lutein dan zeaxantin
Jenis karotenoid lain yaitu
lutein dan zeaxantin mampu mengobati penyakit mata dan kanker kulit. Beberapa
studi telah dilakukan untuk mengetahui hubungan antara kadar plasma lutein dan
zeaxantin dan risiko pengembangan penyakit
degenerasi makular akibat usia (AMD). Peningkatan asupan makanan atau suplemen yang kaya lutein dan zeaxantin, meningkatkan kadar plasma, yang positif dan signifikan terkait dengan kepadatan pigmen makula optik sehingga menurunkan risiko perkembangan AMD (Zhao dan Sweet, 2008). Sebagai antioksidan, lutein dan zeaxantin membantu untuk melawan radikal bebas yang dapat membahayakan mata serta melindungi makula mata dari reaksi fotokimia yang merugikan. Manfaat kesehatan lain dari zeaxantin adalah membantu menyaring sinar biru berenergi tinggi. Sinar biru dapat menjadi fototoksik bagi sel retina di makula. Diyakini bahwa zeaxantin memblok cahaya biru, sehingga mengurangi risiko kerusakan yang disebabkan cahaya oksidatif yang dapat menyebabkan AMD (Bone et al., 2002). Demikian juga, karotenoid diekstraksi khususnya dari Chlorella ellipsoidea dan Chlorella vulgaris terbukti dapat menghambat perkembangan kanker pada manusia (Cha et al., 2008).
degenerasi makular akibat usia (AMD). Peningkatan asupan makanan atau suplemen yang kaya lutein dan zeaxantin, meningkatkan kadar plasma, yang positif dan signifikan terkait dengan kepadatan pigmen makula optik sehingga menurunkan risiko perkembangan AMD (Zhao dan Sweet, 2008). Sebagai antioksidan, lutein dan zeaxantin membantu untuk melawan radikal bebas yang dapat membahayakan mata serta melindungi makula mata dari reaksi fotokimia yang merugikan. Manfaat kesehatan lain dari zeaxantin adalah membantu menyaring sinar biru berenergi tinggi. Sinar biru dapat menjadi fototoksik bagi sel retina di makula. Diyakini bahwa zeaxantin memblok cahaya biru, sehingga mengurangi risiko kerusakan yang disebabkan cahaya oksidatif yang dapat menyebabkan AMD (Bone et al., 2002). Demikian juga, karotenoid diekstraksi khususnya dari Chlorella ellipsoidea dan Chlorella vulgaris terbukti dapat menghambat perkembangan kanker pada manusia (Cha et al., 2008).
Aplikasi karotenoid yang
berasal dari algae
Pewarna makanan
Mikroalgae menghasilkan
berbagai jenis karotenoid, lebih dari 40 karoten dan xantofil telah diisolasi
dan dikarakterisasi (Jin et al., 2003). Karotenoid yang paling sederhana
adalah β- karoten, ditemukan di semua spesies algae. Lutein, cantaxantin,
zeaxantin, dan likopen telah diproduksi secara komersial, tetapi masih dalam
jumlah yang kecil (Spolaore et al., 2006). Sementara yang paling menarik
adalah astaxantin, yang diproduksi dalam jumlah yang signifikan (1,5-4% dari
biomassa kering) oleh mikroalga hijau H. pluvialis, dan digunakan dalam
akuakultur untuk memberikan warna pink pada salmon (del Campo et al.,
2007). Karotenoid mikroalga digunakan sebagai sumber pewarna dan pemadam
spesies oksigen reaktif (ROS) (del Campo et al., 2007; Vílchez et al.,
2011 ). Lutein digunakan untuk pewarnaan obat dan kosmetik. Beta-karoten
(β-karoten) dan zeaxantin juga berfungsi sebagai pewarna makanan (Mercado et
al., 2004). Fikobilin atau Fikobili protein yang larut dalam air juga
merupakan pigmen aksesori yang juga digunakan sebagai pewarna untuk makanan dan
produk kosmetik.
Suplemen makanan
Penggunaan mikroalgae untuk
konsumsi manusia sebagai sumber makanan kesehatan yang bernilai tinggi, makanan
fungsional dan untuk produksi produk biokimia, seperti vitamin, karotenoid,
fikosianin dan asam lemak tak jenuh ganda termasuk asam lemak omega-3 telah
dikembangkan (Pugh et al., 2001 ; Spolaore et al., 2006).
Suplemen makanan yang mengandung karotenoid sangat diharapkan baik untuk
menambah masukan jumlah karotenoid selain yang telah diperoleh dari asupan
makanan, maupun untuk menyediakan karotenoid bagi mereka yang hanya
mengkonsumsi makanan dengan jumlah karotenoid yang rendah. Oleh karena
kandungan karotenoidnya, nilai komersil dari mikroalgae menjadi meningkat dan
penggunaannya semakin luas termasuk sebagai suplemen makanan. Sebagai contoh
β-karoten, lutein, zeaxantin, violaxantin, astaxantin, yang banyak dikandung
oleh mikroalga jenis Chlorella, Spirulina, dan Dunaliella, kini
dapat ditemukan dipasaran dalam bentuk pil tablet, dan kapsul (Vílchez et al.,
2011). Bubuk DunanielIa yang kaya akan β-karoten telah dieksploitasi
dibanyak negara sejak tahun 1980. Sejauh ini hanya beberapa ratus dari puluhan
ribu spesies mikroalgae telah diselidiki potensinya untuk obat-obatan dan
nutraceuticals (Olaizola, 2003).
Bioteknologi bagi produksi
karotenoid algae
Fokus utama bioteknologi algae
adalah untuk memperoleh senyawa kimia bernilai tinggi untuk digunakan sebagai
pakan pada akuakultur dan keperluan industri. Beberapa mikroalga, seperti Chlorella,
Spirulina dan Dunaliella, telah dibudidaya
secara komersial untuk memproduksi lutein, β-karoten dan fikosianin. Karotenoid yang dikandung baik pada makro maupun mikroalgae dapat diperoleh melalui proses ekstraksi. Namun, karena kebutuhan akan karotenoid alami yang terus meningkat, maka diperlukan adanya optimalisasi produksi pigmen untuk menjawab kebutuhan tersebut. Usaha yang pertama adalah dengan metode kultur skala masal spesies mikroalgae penghasil karotenoid. Ada dua sistem yang diterapkan pada metode ini, yaitu kultur pada kolam terbuka dengan spesifikasi kedalaman kolam 2-10 m dan lebar 15-30 cm dan dibuat jalur berkelokkelok. Setiap unit dapat mencakup area seluas ratusan hingga ribuan m2. Sistem yang kedua yaitu sistem kultivasi tertutup dengan menggunakan fotobioreaktor yang dapat berbentuk pipih maupun berbentuk pipa (del Campo et al., 2007). Dunaliella merupakan organisme yang sangat cocok untuk kultur masal pada kolam terbuka. Teknik terbaru kini telah diterapkan untuk optimalisasi produksi astaxantin dari Haematococcus. yaitu dengan menggunakan fotobioreaktor tertutup dengan cahaya buatan atau kombinasi antara fotobireaktor tertutup dan kultur kolam terbuka (Dufosee, 2009).
secara komersial untuk memproduksi lutein, β-karoten dan fikosianin. Karotenoid yang dikandung baik pada makro maupun mikroalgae dapat diperoleh melalui proses ekstraksi. Namun, karena kebutuhan akan karotenoid alami yang terus meningkat, maka diperlukan adanya optimalisasi produksi pigmen untuk menjawab kebutuhan tersebut. Usaha yang pertama adalah dengan metode kultur skala masal spesies mikroalgae penghasil karotenoid. Ada dua sistem yang diterapkan pada metode ini, yaitu kultur pada kolam terbuka dengan spesifikasi kedalaman kolam 2-10 m dan lebar 15-30 cm dan dibuat jalur berkelokkelok. Setiap unit dapat mencakup area seluas ratusan hingga ribuan m2. Sistem yang kedua yaitu sistem kultivasi tertutup dengan menggunakan fotobioreaktor yang dapat berbentuk pipih maupun berbentuk pipa (del Campo et al., 2007). Dunaliella merupakan organisme yang sangat cocok untuk kultur masal pada kolam terbuka. Teknik terbaru kini telah diterapkan untuk optimalisasi produksi astaxantin dari Haematococcus. yaitu dengan menggunakan fotobioreaktor tertutup dengan cahaya buatan atau kombinasi antara fotobireaktor tertutup dan kultur kolam terbuka (Dufosee, 2009).
Tabel 1. beberapa penelitian tentang uji coba faktor stress lingkungan untuk optimasi produk pigmen
Selama kultivasi mikroalga,
beberapa faktor stres lingkungan dipaparkan pada kultur dan telah terbukti
dapat meningkatkan produksi karotenoid pada mikrolagae kultur. Faktor-faktor
tersebut meliputi kadar garam, intensitas cahaya,
kurangnya udara, nitrogen, dan kadar fosfat (El Baz et al., 2002; Abd El-Baky et al., 2004). Daftar beberapa penelitian tentang perlakuan uji coba faktor stres lingkungan pada kultur mikroalgae untuk optimasi produksi pigmen disajikan pada
Tabel 1. Makroalgae digunakan dalam produksi pangan, pakan, bahan kimia, kosmetik dan produk farmasi. Makroalgae diproduksi terutama di Negara-negara Asia seperti Cina, Filipina, Korea Utara dan Selatan, Jepang dan Indonesia.
kurangnya udara, nitrogen, dan kadar fosfat (El Baz et al., 2002; Abd El-Baky et al., 2004). Daftar beberapa penelitian tentang perlakuan uji coba faktor stres lingkungan pada kultur mikroalgae untuk optimasi produksi pigmen disajikan pada
Tabel 1. Makroalgae digunakan dalam produksi pangan, pakan, bahan kimia, kosmetik dan produk farmasi. Makroalgae diproduksi terutama di Negara-negara Asia seperti Cina, Filipina, Korea Utara dan Selatan, Jepang dan Indonesia.
Namun, Amerika Serikat, Kanada dan negara-negara Eropa seperti Perancis, Jerman
dan Belanda berusaha untuk membangun budidaya makroalgae skala besar. Di
Amerika, beberapa sistem budidaya skala besar dirancang dan diuji untuk
diaplikasikan di laut terbuka (Chynoweth, 2002). Untuk spesies makroalga
seperti Sargassum dimungkinkan untuk menggunakan metode budidaya apung.
Metode budidaya rawai (long-line), rakit apung dan tali gantung untuk
budidaya spesies Kappaphycus alvarezii, telah banyak dilakukan di
berbagai lokasi budidaya di Indonesia. Metode budidaya seperti ini telah
terbukti dapat meningkatkan produksi algae, karena selain menghemat biaya juga
terjadi penghematan lahan yang
menghasilkan produksi algae dalam jumlah yang tinggi untuk menjawab kebutuhan pasar.
menghasilkan produksi algae dalam jumlah yang tinggi untuk menjawab kebutuhan pasar.
III
KESIMPULAN
Karotenoid tidak hanya
dihasilkan oleh organisme fotosintesis di darat namun dapat pula dihasilkan
oleh algae, termasuk didalamnya makro dan mikroalgae. Beberapa karotenoid
penting yang dihasilkan dalam jumlah yang cukup besar oleh algae antara lain
β-karoten, astaxantin, lutein, zeaxantin, kriptoxantin, serta fukoxantin.
Karotenoid-karotenoid tersebut telah dimanfaatkan baik untuk kesehatan, maupun
sebagai pewarna dan substansi penting pada suplemen makanan. Hasil penelitian
telah membuktikan berbagai peranan karotenoid dari algae untuk mencegah
penyakit degeneratif, kanker, kardivaskuler, dan bertindak sebagai antioksidan
kuat. Untuk menjawab permintaan konsumen akan pigmen alami, maka industri
biopigmen telah mengembangkan cara untuk mengoptimalkan produksi pigmen
khususnya karotenoid yakni menumbuhkan mikroalgae skala masal dengan memberikan
paparan beberapa faktor stres lingkungan seperti kadar garam, intensitas
cahaya, kurangnya udara, nitrogen, dan kadar fosfat. Bioteknologi diharapkan
dapat menjadi solusi untuk menyediakan pigmen alami khususnya karotenoid untuk
menjawab kebutuhan pasar mengingat pentingnya peranan karotenoid bagi kesehatan
manusia.
DAFTAR PUSTAKA
Fretes, H.D, A.B. Susanto, B. Prasetyo
dan L. Limantara. 2012. Karotenoid dari Makroalgae dan
Mikroalgae: Potensi Kesehatan
Aplikasi dan Bioteknologi. Jurnal Teknologi dan Industri Pangan. Vol. XXIII
(2): 221-228 p.
0 comments:
Post a Comment
Silahkan jika anda ingin komentar, karena masukan dan kritikan anda sangat berharga demi kemajuan, namun tolong gunakan bahasa yang sopan