Ikan
merupakan salah satu bahan makanan yang mengandung berbagai macam zat, selain
harga yang umumnya lebih murah, absorpsi protein ikan lebih tinggi dibandingkan
dengan produk hewani lain seperti daging sapi dan ayam, karena daging ikan
mempunyai serat-serat protein lebih pendek dari pada serat-serat protein daging
sapi atau ayam. Jenisnya pun sangat beragam dan mempunyai beberapa kelebihan,
diantaranya adalah mengandung omega 3 dan omega 6, dan kelengkapan komposisi
asam amino (Pandit, 2008).
Namun,
ikan yang segar mudah sekali menjadi busuk, oleh sebab itu kita perlu
mengetahui sifat-sifat fisik yang membedakan antara ikan yang segar dan ikan
yang busuk, karena ikan yang busuk tidak baik untuk dikonsumsi karena
mengandung banyak bakteri yang dapat membahayakan kesehatan. Bakteri pseudomonas
dan achromobacter merupakan bakteri psikhlorofil yang paling
sering menyebabkan kebusukan ikan karena daging ikan relatif lebih cepat
mengalami pembusukan daripada daging mamalia dan unggas (Nurwantoro, 1994). Selain itu, ikan segar masih mempunyai sifat sama
seperti ikan hidup baik rupa, bau, rasa, maupun teksturnya (Murniyati dan
Sunarman, 2000).
Menurut Adawyah (2007), penentuan kesegaran ikan merupakan hal yang sangat
penting di dalam industri perikanan dan juga dunia ilmu khususnya semenjak
dimulainya perdagangan produk perikanan secara besar-besaran, terutama di
Jepang. Banyak sekali jumlah penelitian yang telah dilakukan yang berkaitan
dengan kesegaran ikan dimana ditujukan untuk menciptakan suatu sistem pengujian
kesegaran ikan, misalnya karakteristik apa yang perlu dipilih untuk menentukan
kesegaran ikan.
Menurut Murniyati dan Sunarman (2000), cara organoleptik adalah cara penilaian
dengan hanya mempergunakan indera manusia, sehingga cara organoleptik dapat
juga disebut dengan cara sensorik. Cara ini sangat cepat, murah dan praktis
untuk dikerjakan tetapi ketelitiannya sangat tergantung pada tingkat kepandaian
orang yang melaksanakannya. Cara pemeriksaan organoleptik ini bersifat
subjektif.
Beberapa uji yang termasuk dalam uji organoleptik
adalah uji deskriptif (descriptive test), uji hedonik (hedonic test),
dan uji skor (scoring test). Uji deskriptif merupakan penilaian sensorik
berdasarkan sifat-sifat sensori yang lebih kompleks, meliputi berbagai jenis
sifat sensori yang menggambarkan keseluruhan sifat komoditi tersebut. Uji ini
dapat digunakan dalam industri pangan untuk menilai tingkat pengembangan
kualitas produk,mempertahankan/menyeragamkan mutu, sebagai alat diagnosis, dan
dapat berfungsi sebagai pengukuran pengawasan mutu. Pengujian diawali dengan
penilaian atribut mutu menggunakan Metode Rating, kemudian data
ditransformasikan ke dalam grafik majemuk yang disusun secara radial dengan
sudut antar dua garis radial yang sama besar. Masing-masing garis menggambarkan
himpunan nilai sedangkan titik pusat menyatakan nilai mutu yang tertinggi (Junianto, 2003).
Ikan yang baik adalah
ikan yang masih segar, tidak ada kerusakan fisik, kualitas prima karena
kualitas dari protein aktin dan miosin dalam jaringan ikan segar masih sangat
tinggi untuk menahan air. Di Indonesia
sampai saat ini juga masih menggunakan standar SNI untuk pengujian organoleptik. Metode organoleptik masih merupakan jalan yang paling
banyak digunakan untuk mengukur kesegaran ikan dan produk ikan (Agustini et. al.,
2008).
Berikut adalah
ciri-ciri ikan segar dan ikan busuk yang dikutip dari Suhartini dan Hidayat
(2005).
No
|
Organ
|
Ikan Segar
|
Ikan Busuk
|
1
|
Mata
|
Cemerlang, kornea bening, pupil hitam, mata cembung
|
Redup, tenggelam, pupil mata kelabu, tertutup lendir
|
2
|
Insang
|
Warna merah sampai merah tua, cemerlang, tidak berbau, tidak ada
off odor
|
Warna pucat atau gelap, keabuan atau berlendir, bau busuk atau
kotor
|
3
|
Lendir
|
Terdapat lendir alami menutupi ikan yang baunya khas menurut
jenis ikan, rupa lendir cemerlang seperti lendir ikan hidup, bening
|
Berubah kekuningan dengan bau tidak enak atau lendirnya sudah
menghilang, berwarna putih susu atau lendir pekat
|
4
|
Kulit
|
Cemerlang, belum pudar, warna asli kontras
|
Rada pudar, bila pengesan mata kurang baik maka kulitnya retak
dan mengering
|
5
|
Sisik
|
Melekat kuat, mengilap dengan tanda warna khusus tertutup lendir
yang jernih
|
Banyak yang lepas, tanda warna khusus memudar dan lambat laun
menghilang
|
6
|
Daging
|
Sayatan daging cerah dan elastis, bila ditekan tidak ada bekas
jari
|
Lunak, tekstur berubah, bila ditekan ada bekasnya, daging telah
kehilangan elastisitasnya
|
7
|
Rongga
perut
|
Bersih dan bebas dari bau yang menusuk, tekstur dinding perut
kompak, elastis tanpa ada diskolorisasi dengan bau segar yang karakteristik
|
Lunak, tekstur berubah, bila ditekan ada bekasnya, daging telah
kehilangan elastisitasnya
|
8
|
Darah
|
Darah sepanjang tulang belakang segar, merah, konsistensi normal
|
Darah sepanjang tulang belakang berwarna gelap, sering diikuti
bau
|
9
|
Sayatan
|
Bila ikan dibelah, daging melekat kuat pada tulang terutama pada
rusuknya
|
Bila dibelah, daging mudah dilepas, otolisis telah berjalan,
tulang rusuk menonjol keluar
|
10
|
Bau
|
Segar dan menyenangkan seperti air laut atau rumput laut, tidak
ada bau yang tidak enak
|
Mulai dengan bau yang tidak enak, makin kuat menusuk lalu timbul
bau busuk yang khusus dan menusuk hidung
|
11
|
Kondisi
|
Bebas dari parasit apapun, tanpa luka atau kerusakan pada bagian
ikan
|
Banyak terdapat parasit, badannya banyak luka atau patah
|
12
|
Tulang
|
Tulang belakang abuabu
|
Tulang belakang kuning
|
Sedangkan untuk ikan
yang beku menurut Ilyas (1993), adalah sebagai berikut:
1. Ikan yang dibekukan disimpan
beberapa waktu dalam gudang beku, kemudian dilelahkan, kalau jaringan padatnya
ditekan akan membebaskan zat alir drip;
2. Ikan beku dalam gudang beku,
dilelehkan dan dimasak, memisahkan sejumlah drip. Selama pemasakan tekstur
mengayu dan menyerap air. Kelihatannya perubahan tekstur itu melibatkan keadaan
uap air ikan, ada yang berupa penurunan kapasitas protein memegang uap air,
penguapan air dan ada yang berupa pembebasan zat alir.
Daftar Pustaka
Adawyah, R. 2007. Pengolahan dan
Pengawetan Ikan. Bumi Aksara. Jakarta.
Agustini,
T.W., Swastawati, F., Fahmi, A.S., dan Susanto, E. 2008. Paket Teknologi
Penanganan Ikan Segar dengan Pemanfataan Bahan Alami. Semarang: Universitas
Diponegoro. hlm. 6-13.
Ilyas,
S., 1993. Teknologi Refrigerasi Hasil Perikanan. Badan Penelitian Pengembangan
Pertanian dan Pusat Penelitian Pengembangan Perikanan, Jakarta.
Junianto,
2003. Teknik Penanganan Ikan. Penebar Swadaya, Jakarta.
Murniyati, AS dan Sunarman. 2000. Pendinginan, Pembekuan dan Pengawetan Ikan. Kanisius. Yogyakarta.
Nurwantoro, 1994. Mikrobiologi Pangan Hewan Nabati, Penerbit Kanisius, Yogyakarta.
Pandit
S, 2008. Optimalkan Distribusi Hasil
Perikanan, http://www.balipost.co.id.
Suhartini
dan Hidayat, 2005. Olahan Ikan Segar,
Penerbit Trubus Agri Sarana, Surabaya.
0 comments:
Post a Comment
Silahkan jika anda ingin komentar, karena masukan dan kritikan anda sangat berharga demi kemajuan, namun tolong gunakan bahasa yang sopan