Pages

Tuesday, February 21, 2017

Logam Berat Timbal (Pb) dan Efeknya pada Histopatologi Ikan

Logam Berat Timbal (Pb) dan Efeknya pada Histopatologi Ikan

2.1     Pencemaran Perairan
            Perairan merupakan suatu ekosistem yang kompleks sekaligus merupakan habitat dari berbagai jenis makhluk hidup mulai dari ukuran mikro sampai makro, Perairan alami mempunyai sifat yang dinamis dan aliran energi yang kontinyu selama sistem didalamnya tidak mengalami ganguan ataupun hambatan seperti pencemaran (Lukman dkk., 2006).
Pencemaran merupakan keadaan yang berubah menjadi lebih buruk, keadaan yang berubah ini diakibatkan oleh masuknya bahan-bahan pencemar. Bahan pencemar/polutan umumnya mempunyai sifat toksik (racun) yang berbahaya bagi organisme hidup. Toksisitas atau daya racun dari polutan itulah yang kemudian menjadi pemicu terjadinya pencemaran (Fardiaz, 1992). Pencemar memasuki badan air dengan berbagai cara, baik itu melalui atmosfir, tanah, limpasan pertanian, limbah domestik dan perkotaan, pembuangan limbah industri dan lain-lain (Kusumastuti, 2009).
Pencemaran perairan diakibatkan oleh masuknya bahan pencemar yang dapat berupa gas, bahan-bahan terlarut dan partikulat. Pencemaran air dapat menyebabkan berkurangnya keanekaragaman atau punahnya organisme perairan seperti bentos, perifiton dan plankton. Hal ini menyebabkan ekologis perairan dapat terganggu. Sistem ekologis perairan mempunyai kemampuan untuk memurnikan kembali lingkungan yang telah tercemar sejauh beban pencemaran masih berada dalam batas daya dukung lingkungan yang bersangkutan (Salam, 2010).
Logam berat merupakan bahan pencemar yang paling banyak ditemukan di perairan akibat industri dan limbah perkotaan (Fitriyah, 2007). Salah satu logam berat yang banyak ditemukan sebagai pencemar dan cenderung mengganggu kelangsungan hidup organisme perairan adalah logam berat timbal (Pb) (Palar, 2004).
2.2     Timbal (Pb)
2.2.1 Sifat Timbal
Timbal atau timah hitam, dalam bahasa ilmiahnya dinamakan plumbum. Logam ini disimbolkan dengan Pb. Timbal termasuk ke dalam kelompok logam-logam golongan IV-A pada tabel periodik unsur kimia (Palar, 2004). Timbal mempunyai berat atom 207,21; berat jenis 11,34; berwarna biru atau silver abu-abu dengan kilau logam, nomor atom 82 mempunyai titik leleh 327,4º C dan titik didih 1.620º C (Fardiaz, 1995).
Timbal adalah sebuah unsur yang biasanya ditemukan di dalam batu-batuan, tanah, tumbuhan dan hewan. Timbal 95% bersifat anorganik dan pada umumnya dalam bentuk garam anorganik yang umumnya kurang larut dalam air. Selebihnya berbentuk timbal organik. Timbal organik ditemukan dalam bentuk senyawa Tetra Ethyl Lead (TEL) dan Tetra Methyl Lead (TML). Jenis senyawa ini hampir tidak larut dalam air, tetapi dapat dengan mudah larut dalam pelarut organik misalnya dalam lipid. Waktu keberadaan timbal dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti arus angin dan curah hujan. Timbal tidak mengalami penguapan, tetapi dapat ditemukan di udara sebagai partikel (Sudarwin, 2008). Timbal merupakan satu polutan berat dalam lingkungan, hal ini disebabkan karena bersifat akumulatif dan sifat toksisitasnya terhadap organisme (Palar, 2004).   
2.2.2 Bioakumulasi Timbal pada Biota Air
Bahan pencemar yang masuk ke dalam perairan akan mengalami tiga macam proses yaitu proses fisika, kimia dan biologi. Proses masuknya bahan pencemar secara fisika dan kimia yaitu dengan cara absorbsi dan pengendapan, sedangkan proses biologi dengan cara diserap oleh ikan atau ganggang (Ningrum, 2006). Proses biologi ini akan berkaitan dengan proses metabolisme yang terjadi di dalam tubuh makhluk hidup sehingga memungkinkan terjadinya akumulasi secara biologis yang disebut bioakumulasi (Khaisar, 2006). Bioakumulasi adalah penyerapan dan retensi bahan kimia bioavailable dari sumber eksternal seperti air, makanan, substrat dan udara yang diserap dan terdistribusi dalam tubuh organisme (Neff, 2002). Clarke and McFarland (1991) menambahkan bioakumulasi mengacu pada penyerapan bahan kimia oleh organisme melalui semua rute paparan, termasuk konsumsi, inhalasi, dan penyerapan kulit. Dengan demikian, bioakumulasi adalah istilah umum yang mencakup dua konsep tambahan, biokonsentrasi dan biomagnifikasi. Biokonsentrasi mengacu pada penyerapan bahan kimia oleh organisme akuatik dari air saja. Biomagnifikasi adalah peningkatan konsentrasi kimia dalam jaringan organisme melalui tingkat berturut-turut akibat pengalihan kimia makanan.
Faktor yang mempengaruhi tingkat akumulasi logam berat dalam tubuh organisme ada dua yaitu biotik dan abiotik. Faktor biotik meliputi ukuran tubuh, berat, umur, perbedaan fenotip sex, kondisi fisiologis, masa pertumbuhan, metabolisme, ketersediaan makanan dan faktor pertumbuhan. Sedangkan, faktor abiotik meliputi migrasi, temperatur, pH air, tipe habitat, interaksi logam dan salinitas  (Jakimska et al., 2011). Salinitas dapat mempengaruhi keberadaan logam berat di perairan, jika terjadi penurunan salinitas maka akan menyebabkan peningkatan daya toksik logam berat dan tingkat bioakumulasi logam berat semakin besar (Erlangga, 2007). Kenaikan suhu menyebabkan peningkatan akumulasi logam berat timbal dalam jaringan. Suhu mempengaruhi reaksi kimia, metabolisme, pelepasan logam berat oleh organisme dan meningkatkan proses bioakumulasi logam dalam tubuh organisme (Odum, 1993). Kenaikan pH akan menurunkan kelarutan logam berat dalam air karena kenaikan pH mengubah kestabilan dari bentuk karbonat menjadi hidroksida yang membentuk ikatan dengan partikel pada badan air sehingga akan mengendap membentuk lumpur (Palar, 2004).
 Akumulasi logam berat pada ikan dapat terjadi karena adanya kontak antara medium yang mengandung toksik dengan ikan. Kontak berlangsung dengan adanya pemindahan zat kimia dari lingkungan air ke dalam atau permukaan tubuh ikan, misalnya logam berat masuk melalui insang. Masuknya logam berat ke dalam tubuh organisme perairan dengan tiga cara yaitu melalui makanan, insang, dan difusi melalui permukaan kulit (Sahetapy, 2011). Logam timbal (Pb) dapat masuk ke dalam tubuh organisme melalui rantai makanan, insang atau difusi melalui permukaan kulit, akibatnya logam itu dapat terserap dalam jaringan, tertimbun dalam jaringan (bioakumulasi) dan pada konsentrasi tertentu akan dapat merusak organ-organ dalam jaringan tubuh (Palar 1994).
Berdasarkan Standar Nasional Indonesia (SNI 7387:2009) batas maksimum cemaran logam berat timbal dalam ikan dan produk perikanan adalah 0,3 mg/kg. Ikan yang mengandung timbal pada dagingnya apabila dikonsumsi oleh manusia akan berdampak buruk bagi kesehatan manusia tersebut (Shindu, 2005).
2.2.3  Toksisitas Timbal
Timbal merupakan salah satu logam berat non essensial yang sangat berbahaya dan dapat menyebabkan keracunan (toksisitas) pada makhuk hidup. Racun ini bersifat kumulatif, artinya sifat racunnya akan timbul apabila terakumulasi dalam jumlah yang cukup besar dalam tubuh makhluk hidup (Ulfin, 1995 dalam Purnomo dan Muchyidin, 2007).
Selain dalam tubuh makhluk hidup, kandungan timbal yang tinggi di perairan juga dapat berakibat buruk pada biota yang ada di dalamnya. Konsentrasi timbal yang mencapai 188 mg/l, dapat membunuh ikan (Palar 2004). Biasanya kerusakan jaringan oleh logam berat terdapat pada beberapa lokasi baik tempat masuknya maupun tempat penimbunannya. Akibat yang ditimbulkan dari toksisitas logam berat ini dapat berupa kerusakan fisik (erosi, degenerasi, nekrosis) dan dapat berupa gangguan fisiologik (gangguan fungsi enzim dan gangguan metabolisme) (Fitriyah, 2007). Toksisitas logam timbal (Pb) terhadap organisme air dapat menyebabkan kerusakan jaringan organisme terutama pada organ yang peka seperti insang dan usus kemudian ke jaringan bagian dalam seperti hati dan ginjal tempat logam tersebut terakumulasi (Darmono, 2001).

2.3 Perubahan Histopatologi pada Kulit, Insang dan Usus
2.3.1 Histopatologi pada Sistem Integumen (Kulit)
Kulit ikan disusun oleh dua lapisan yaitu epidermis dan dermis. Lapisan terluar adalah epidermis yang menutupi tubuh ikan. Lapisan epidermis dibatasi oleh dermis yang merupakan lapisan di dalamnya. Epidermis dan dermis mengandung beberapa organ reseptor, alat keseimbangan, kelenjar ekskresi, kelenjar pertahanan dan kelenjar minyak yang khusus setiap spesiesnya (Hibiya, 1995 dalam Susanto, 2008).
Perubahan patologis yang terjadi pada lapisan kulit pada ikan akibat logam berat memang belum banyak diteliti, namun kulit dapat mengalami perubahan patologi karena kulit merupakan salah satu jalan masuknya logam berat ke tubuh ikan melalui proses difusi. Darmono (2001) menjelaskan kemampuan organisme air dalam menyerap (absorpsi) dan mengakumulasi logam berat dapat melalui beberapa cara, yaitu melalui saluran pernapasan (insang), saluran pencernaan dan difusi permukaan kulit.
Penelitian yang dilakukan Poleksic et al. (2009) pada ikan Acipenser ruthenus L. mengemukakan bahwa logam berat dapat berpengaruh terhadap histopatologi kulit, dari sampel yang ditemukan pada ikan Acipenser ruthenus L. menunjukkan adanya perubahan pada lapisan epidermis, tanpa adanya perubahan pada lapisan dermis dan hypodermis. Picnotic nuclei ditemukan dalam lapisan epidermis dari 25% sampel kulit yang mengalami lesi paling parah, deskuamasi epitel, rupture bagian epidermis, hiperplasia sel epidermis, hiperplasia sel mukosa dan infiltrasi leukosit dalam epidermis. Gambaran histopatologi kulit ikan yang mengalami picnotic nuclei dan hiperplasia dapat dilihat pada Gambar 1.
Gambar 1. Histopatologi kulit ikan Acipenser ruthenus L. pewarnaan HE perbesaran lensa 40x. Pn=picnotic nuclei; ee=excoriated epidermis; mh=mucous cell hyperplasia (Poleksic et al., 2009)
2.3.2 Histopatologi pada Sistem Respirasi (Insang)
Insang merupakan alat respirasi ikan seperti paru-paru pada mamalia atau hewan darat lainnya. Luas permukaan epitel insang hampir setara dengan luas total permukaan kulit, bahkan pada sebagian besar spesies ikan luas permukaan epitel insang ini jauh melebihi kulit. Fungsi lain dari insang yaitu mengatur homeostasis ikan (Susanto, 2008). Struktur insang normal dapat dilihat pada Gambar 2.
Gambar 2. Histologi insang ikan normal Pewarnaan HE (Susanto, 2008)
Keterangan:
1. Lamela Primer
2. Lamela Sekunder
Lapisan epitel insang yang tipis dan berhubungan langsung dengan lingkungan luar menyebabkan insang berpeluang besar terinfeksi penyakit. Insang juga berfungsi sebagai pengatur pertukaran garam dan air, pengeluaran limbah-limbah yang mengandung nitrogen. Kerusakan struktur yang ringan sekalipun dapat sangat mengganggu pengaturan osmose dan kesulitan pernafasan (Nabib dan Pasaribu, 1989).
Adanya Pb pada insang dapat mengakibatkan perubahan metabolisme dan fungsi beberapa enzim sehingga mengganggu kinerja insang secara keseluruhan. Selain itu kerusakan pada jaringan insang ditandai dengan banyaknya sel yang mengalami nekrosis, hipertropi, edema (Norrgren et al., 1995). Nekrosis merupakan kematian sel atau jaringan dalam tubuh hewan yang masih hidup, bersifat permanen dan terjadi pada stadium akhir (Ningrum, 2006). Menurut Tabbu (1999) gambaran mikroskopis dari peristiwa nekrosis, berupa perubahan warna jaringan menjadi lebih pucat dan perubahan konsistensi jaringan menjadi lebih lunak. Edema terjadi karena tekanan di dalam sel sehingga cairan di luar sel masuk kedalam sel dan mengakibatkan penimbunan cairan pada ruang intra sel. Perubahan yang terjadi pada jaringan organ insang yang terpapar polutan dapat dilihat pada Gambar 3.
Gambar 3. Histologi insang yang terkena polutan (Heath, 1987 dalam Erlangga, 2007).
Keterangan :
     (a-f) lamella                                               
(1) epithelial lifting  (6) epithelial rupture  (11) chloride cell damage early
(2) nekrosis              (7) mucus secresion    (12) chloride cell proliferation
(3) lamella fusion     (8) lamella aneurism  (13) leucocyte infiltration of ephitelium
(4) hypertrophy        (9) vascular congestion (14A) lamella blood sinus dilates
(5) hyperplasia         (10) mucus cell proliferation (14B) lamella sinus constricts
2.3.3 Histopatologi pada Sistem Pencernaan (Usus)
Pencernaan adalah proses penyederhanaan makanan melalui mekanisme fisik dan kimiawi sehingga makanan menjadi bahan yang mudah diserap dan diedarkan keseluruh tubuh melalui sistem peredaran darah. Pencernaan secara fisik atau mekanik dimulai di bagian rongga mulut yaitu dengan berperannya gigi dalam proses pemotongan dan penggerusan makanan. Alat pencernaan ikan terdiri dari atas saluran pencernaan dan kelenjar pencernaan. Pada umumnya saluran pencernaan ikan berturut-turut dimulai dari segmen mulut, rongga mulut, faring, esofagus, lambung, pilorus, usus, rektum dan anus (Fujaya, 2004).
Salah satu bagian saluran pencernaan adalah usus, usus merupakan segmen terpanjang dari bagian saluran pencernaan yang berfungsi untuk menyerap sari-sari makanan, pada bagian depan usus terdapat dua saluran yang masuk kedalamnya yaitu saluran yang berasal dari kantung empedu dan yang berasal dari pankreas. Lapisan mukosa usus  tersusun oleh selapis sel epitelium dengan bentuk prismatik, pada lapisan ini terdapat tonjolan-tonjolan (villi). Bentuk sel yang umum ditemukan pada epitelium usus adalah enterosit dan mukosit. Enterosit memiliki mikrovili yang berperan dalam penyerapan makanan, mukosit atau sel penghasil lendir merupakan sel yang berbentuk seperti piala (sel goblet) (Fujaya, 2004). Gangguan pada organ usus dapat berakibat fatal bagi pertumbuhan ikan (Susanto, 2008). Beberapa perubahan yang sering ditemukan pada usus ikan antara lain proliferasi sel goblet, hemoragi, atropi vili usus, dan metaplasia (Susanto, 2008). Adanya proliferasi sel goblet dapat dilihat pada Gambar 4.


Gambar 4. Proliferasi sel goblet vili usus (lingkaran). Pewarnaan HE (Susanto, 2008)
Menurut Susanto (2008) nekrosa dan atropi lapisan epitel vili usus merupakan perubahan yang paling banyak ditemukan. Beberapa vili juga mengalami deskuamasi epitel dan nekrosa sel-sel epitel, hal ini dapat terjadi karena terjadi hemoragi sehingga suplai darah ke sel-sel epitel terganggu. Adanya nekrosa sel-sel epitel dapat dilihat pada Gambar 5. 
Hemoragi atau perdarahan terlihat dari ditemukannya eritrosit yang menyebar pada ujung vili usus. Kelainan vili ini akan menyebabkan terganggunya penyerapan zat-zat makanan yang penting sehingga ikan akan mengalami defisiensi nutrisi (Susanto, 2008).

Gambar 5. Edema epitel usus (panah). Nekrosa epitel (kepala panah). Pewarnaan HE. Perbesaran lensa obyektif 40x (Susanto, 2008)

DAFTAR PUSTAKA


Aditama, S. 2012. Studi Bioakumulasi Timbal (Pb) Pada Ikan Bandeng (Chanos chanos forskall) di Tambak Sekitar Perairan Sungai Buntung, Kabupaten Sidoarjo. Skripsi. Fakultas Perikanan dan Kelautan. Universitas Airlangga. 53 hal.
Alifia, F. dan Djawad, M.I. 2000. Kondisi Histologi Insang dan Organ Dalam Juvenil Ikan Bandeng (Chanos chanos Forskall) yang Tercemar Logam Timbal (Pb). Science & Technology. Vol. 1 No. 2 : 51-58.
Australian and New Zealand Environment and Conservation Council (ANZECC) and Agriculture and Resource Management Council of Australia and New Zealand (ARMCANZ). 2000. Australian and New Zealand guidelines for fresh and marine water quality. Volume 1, Australian and New Zealand Environment and Conservation Council. Canberra. 29p.
Badan Standardisasi Nasional. 2009. Batas Maksimum Cemaran Logam Berat dalam Pangan. Badan Standardisasi Nasional. SNI 7387: 2009. 29 hal.
BKPM. 2014. Profil Komoditi Daerah. http://www.regionalinvestment.bkpm.go.id. 13 Desember 2014 hal 2.
Boyd, C.E. 1982. Water Quality Management for PondFish Culture.Aurburn University Agricultural Experiment Station, Alabama, USA. 30 hal.
Brigden, K. and Stringer, R. 2000, Ammonia and Urea Production : Incidents of
Ammonia Release From The Profertil Urea and Ammonia Facility, Bahia
Blanca, Argentina, Greenpeace Research Laboratories, Departement of Biological Science University of Exeter, UK.
Clarke, J. U and V. A. McFarland. 1991. Long-Term Efeecets of Dredging Operations Program: Assesing Bioaccumulation In Aquatic Organisms Exposed to Contaminated Sediments. Miscellaneous Paper. Departement of The Army. Vicksburg. 70p.
Darmawan, H. dan A. Masduki. 2014. Indeks Pencemaran Air Laut Utara Tuban dengan Parameter Tss dan Kimia Non-Logam. Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan. Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS). Vol. 3, No. 1. hal: 17-20.
Darmono. 1995. Logam Berat dalam Sistem Biologi Makhluk Hidup. UI press. Jakarta. 137 hal.
Darmono. 2001. Lingkungan Hidup dan Pencemaran: Hubungan dengan Toksikologi Senyawa Logam. Penerbit Universitas Indonesia. Jakarta. 142 hal.
Desta, Z., R. Borgstrom, B.O. Rosseland, & E. Dadebo. 2007. Lower than expected mercury concentration in piscivorous African sharptooth catfish Clarias gariepinus (Burchell). Science of Total Environment J. 376: 134-142.
Diliyana, Y. F. 2008. Studi Kandungan Merkuri (Hg) pada Ikan Bandeng (Chanos chanos) di Tambak Sekitar Perairan Rejoso Kabupaten Pasuruan. Skripsi. Fakultas Sains dan Teknologi. Universitas Islam Negeri Malang. Malang. 77 hal.
Elisabeth. 2000. Kandungan Logam Berat Air Raksa (Hg) dalam Air, Sedimen dan Jaringan Tubuh Ikan di Muara Way Kambas dan Way Sekampung, Lampung. Skripsi. Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan. Institut Pertanian Bogor. Bogor. 69 hal.
Erlangga. 2007. Efek Pencemaran Perairan Sungai Kampar di Provinsi Riau Terhadap Ikan Baung (Hemibagrus nemurus). Tesis. Pascasarjana. Institut Pertanian Bogor. Bogor. 98 hal.
Fardiaz, S. 1992. Polusi Air dan Udara. Penerbit Kanisius. Yogyakarta. 192 hal.
Fitriawan F, Sutarno, & Sunarto. 2011. Perubahan mikroanatomi pada insang dan ginjal kerang air tawar (Anodonta woodiana) terhadap paparan kadmium. Bioteknologi vol.8(1) hal: 42-52.
Fitriyah, K. R. 2007. Studi Pencemaran Logam Berat Kadmium (Cd), Merkuri (Hg) dan Timbal (Pb) pada Air Laut, Sedimen dan Kerang Bulu (Anadara antiquata) di Perairan Pantai Lekok Pasuruan. Skripsi. Fakultas Sains dan Teknologi. Universitas Islam Negeri Malang. Malang. 122 hal.
Food and Agriculture Organization of the United Nations. 1974. Spesies Identification Sheets for Fishery Puposes Eastern Indian Ocean and Western Central Pasific. Volume II. Food and Agriculture Organization of the United Nations. Rome. Pp: 1-47.
Food and Agriculture Organization of the United Nations. 2006. Cultured Aquatic Species Information Proramme. Fisheries and Aquaculture Departement. Pp: 14.
Fujaya, Y. 2004. Fisiologi Ikan: Dasar Pengembangan Teknik Perikanan. PT Rineka Cipta. Jakarta. 177 hal.
Godik. 2015. Pengertian Teluk dan Tanjung. http://www.Godik.com. 28 Juli 2015
Hadi, A. 2007. Prinsip Pengelolaan Pengambilan Sampel Lingkungan. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta. 134 hal.
Ika, T. dan I. Said. 2012. Analisis Logam Timbal (Pb) dan Besi (Fe) dalam Air Laut di Wilayah Pesisir Pelabuhan Ferry Taipa Kecamatan Palu Utara. Universitas Tadulako. Palu. Vol 1(4). pp: 181-186.
Jakimska, A., P. Konieczka., K. Skora., J. Namiesnik. Bioaccumulation of Metals in Tissues of Marine Animals, Part II: Metal Concentrations in Animal Tissues. Departement of Analitical Chemistry, Chemical Faculty. Gdansk University of Technology. Gdansk. Vol. 20, No. 5. Pp:1127-1146.
Keputusan Menteri Lingkungan Hidup Nomor: 51/MENLH/2004. 2004. Tentang Penetapan Baku Mutu Air Laut Dalam Himpunan Peraturan di Bidang Lingkungan Hidup. Jakarta.
Khaisar, O. 2006. Kandungan Timah Hitam (Pb) dan Kadmium (Cd) dalam Air, Sedimen, dan Bioakumulasi serta Respon Histopatologis Organ Ikan Alu-Alu (Sphyraena barracuda) di Perairan Teluk Jakarta. Skripsi. Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan. Institut Pertanian Bogor. Bogor. 89 hal.
Kusumastuti, W. 2009. Evaluasi Lahan Basah Bervegetasi Mangrove dalam Mengurangi Pencemaran Lingkungan (Studi Kasus di Desa Kepentingan Kabupaten Sidoarjo). Tesis. Program Magister Ilmu Lingkungan. Universitas Diponegoro. Semarang. 80 hal.
Listyowati, W. 2010. Analisis Tingkat Risiko Keselamatan Kerja pada Proses Pemintalan (Spinning) di Bagian Produksi PT Unitex Tbk Tahun 2010. Skripsi. Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan. Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta. Jakarta. 219 hal.
Mathew, G. 2009. Taxonomy, Identification and Biology of Seabass (Lates calcalifer). National Training on 'Cage Culture of Seabass' held at CMFRI. Central Marine Fisheries Research Institute. Kerala. Pp: 38-43.
Mayunar. 1991. Pemijahan dan Pemeliharaan Larva Ikan Kakap Putih. Jurnal Oseana. Serang. Vol. xvi, No: 4:21-29.
Mayunar dan A. Genisa. 2002. Budidaya Ikan Kakap Putih. PT. Grasindo. Jakarta.
Moelyaningrum, A.,D. 2013. Potensi Limbah Kulit Kakao (Theobroma Cacao) Sebagai Pengikat Cemaran Logam Berat Timbal (Pb) Pada Air. Fakultas Kesehatan Masyarakat. Universitas Jember. 13 hal.
Mokoagouw, D. 2008. Indeks Keanekaragaman Ciota Perairan Sebagai Indikator Biologis Pencemaran Logam Berat di Perairan Bitung, Sulawesi Utara. Lembaga Penelitian. Universitas Sam Ratulangi. Manado. Vol. 8, No. 2:31-40.
Mulyani, F. A. M., P. Widiyaningrum., N. R. Utami. 2014. Uji Toksisitas Dan Perubahan Struktur Mikroanatomi Insang Ikan Nila Larasati (Oreochromis nilloticus) yang Dipapar Timbal Asetat. Jurnal MIPA. No: 37 (1): 1-6.
Murnitasari, D. 2007. Penetapan Kadar Timbal (Pb), Tembaga (Cu) dan Kadmium (Cd) dalam Air di Kali Wonokromo (Sekitar Pintu Air Jagir). Skripsi. Fakultas Farmasi. Universitas Airlangga. Surabaya. 86 hal.
Nabib, R dan F. H. Pasaribu. 1989. Patologi dan Penyakit Ikan. Bogor. Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Bogor. 158 hal.
Nanty, I. H. 1999. Kandungan logam berat dalam badan air dan sedimen di
muara sungai Way Kambas dan Way Sekampung, Lampung [Skripsi].
Bogor: Program studi Ilmu Kelautan. Fakultas Perikanan dan Ilmu
Kelautan - Institut Pertanian Bogor.
Natalia, M. 2007. Pengaruh Plumbum (Pb) Terhadap Struktur Insang Ikan Mas (Cyprinus carpio, L). Jurnal Perikanan dan Kelautan 12, 1 (2007) : 42-47.
Nazir, M. 2011. Metode Penelitian. Penerbit Ghalia Indonesia. Bogor. hal 57.
Neff, J. M. 2002. Bioaccumulation in Marine Organisms: Effect of Contaminants from Oil Well Produced Water. Ed ke-1. Netherlands: Elsevier Ltd. 439 p.
Neybekken, W.J. 1988. Biologi Laut, Suatu Pendekatan Ekologis. Gramedia. Jakarta. 459 hal.
Ningrum, P. Y. 2006. Kandungan Logam Berat Timbal (Pb) serta Struktur Mikroanatomi Branchia, hepar, dan musculus Ikan Belanak (Mugil cephalus) di Perairan Cilacap. Skripsi. Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam. Surakarta. 76 hal.
Norrgren, L. K., P. Runn., C. Haux., L. Forlin. 1995. Cadmium Induced Change in Gill Morphology of Zebra Fish (Bracydanio rerio) and Rainbow Trout (Salmo gaerdneri Ricardson). Departement of Pathology, Faculty of Veterinery Medicine. Swedish University of Agriculture Sciense. Sweden. 95p.
Odum, E. P. 1993. Dasar-Dasar Ekologi. Edisi ketiga. Terjemahan: Tjahjono Samingan. Universitas Gajah Mada Press. Yogyakarta. hal. 291-294.
Palar, H. 1994. Pencemaran dan Toksikologi Logam Berat. Rineka Cipta. Jakarta. 152 hal.
Palar, H. 2004. Pencemaran dan Toksikologi Logam Berat. Rineka Cipta, Jakarta. Ed III. Jakarta. 152 hal.
Pantung, N., K. G. Helander,, H. F. Helander dan V. Cheevaporn. 2008. Histopathological Alterations of Hybrid Walking Catfish (Clarias macrocephalus x Clarias gariepinus) in Acute and Sub acute Cadmium Exposure. Environment Asia 1 : pp: 22-27.
Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Republik Indonesia No. PER.08/MEN/2008. Penggunaan Alat Penangkapan Ikan Jaring Insang (Gill Net) di Zona Ekonomi Ekslusif Indonesia. Jakarta.
Peraturan Pemerintah No. 82. 2001. Pengelolaan Kualitas air dan Pengendalian Pencemaran Air. Jakarta.
Poleksic, V., M. Lenhardt, I. Jaric, D. Djordjevic, Z. Gacic, G. Cvijanovic, B. Raskovic. 2009. Liver, Gills, and Skin Histopathology and Heavy Metal Content of The Danube Sterlet (Acipenser ruthenus linnaeus, 1758). Environmental Toxicology and Chemistry, Vol. 9999, No. 12, pp: 1–7.
Purnomo, T dan Muchyiddin. 2007. Analisis Kandungan Timbal (Pb) pada Ikan Bandeng (Chanos chanos Forks.) di Tambak Kecamatan Gresik. Neptunus Universitas Negeri Surabaya. Vol. 14: hal: 68–77.
Pusat Penyuluhan Kelautan dan Perikanan. 2011. Gill Net. Jakarta. 33 hal.
Pusat Penyuluhan Kelautan dan Perikanan. 2011. Mengenal Ikan Kakap Putih (Lates carcarifer Bloch). Jakarta. 48 hal.
Razak, H. 1986. Kandungan Logam Berat di Perairan Ujun Wat dan Jepara. Oseanologi di Indonesia. Jakarta. No 21: hal: 1-20.
Rennika, Aunurohim, & Nurlita, A. 2013. Konsentrasi dan Lama Pemaparan Senyawa Organik dan Inorganic pada Jaringan Insang Ikan Mujair (Oreochromis mossambicus) pada Kondisi Sub Lethal. Jurnal Sains dan Seni Pomits Vol. 2(2): hal: 132-137.
Rinawati, Supriyanto, R., Dewi, W. S., 2008, Profil Logam Berat (Cd, Co, Cr, Cu, Fe, Mn, Pb dan Zn) di Perairan Sungai Kuripan Menggunakan ICP-OES, Prosiding Seminar Nasional Sains dan Teknologi-II 2008 Universitas Lampung.
Robert, R. J. 2001. Fish Pathology. 3rd Edition. Elsevier Health Sciences. Harcourt Publishers Co., London. 427 p.
Ruswahyuni. 2010. Populasi dan Keanekaragaman Hewan Makrobenthos pada Perairan Tertutup dan Terbuka di Teluk Awur, Jepara. Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan. Universitas Diponegoro. Semarang. Jurnal Ilmiah Perikanan dan Kelautan Vol. 2, No. 1. Hal: 11-20.
Sahetapy, J. M. 2011. Toksisitas Logam Berat Timbal (Pb) dan Pengaruhnya pada Konsumsi Oksigen dan Respon Hematologi Juvenil Ikan Kerapu Macan. Thesis. Pasca Sarjana IPB, Bogor. 96 hal.
Salam, A. 2010. Analisi Kualitas Air Situ Bungur Ciputat Berdasarkan Indeks Keanekaragaman Fitoplankton. Sripsi. Fakultas Sains dan Teknologi. Jakarta. 81 hal.
Sarjono, A. 2009. Analisis Kandungan Logam Berat Cd, Pb, dan Hg pada Air dan Sedimen di Perairan Kamal Muara, Jakarta Utara. Skripsi. Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan. Institut Pertanian Bogor. Bogor. 67 hal.
Schipp, G., J., Bosmans and J., Humphrey. 2007. Northern Territory Barramundi Farming Handbook. Department of Primary Industry, Fisheries and Mines. Darwin Aquaculture Centre. Darwin Northern Territory. 61 hal.
Shindu, S.F. 2005. Kandungan Logam Berat Cu, Zn, dan Pb dalam Air, Ikan Nila (Oreochromis niloticus) dan Ikan Mas (Cyprinus carpio) dalam Keramba Jaring Apung, Waduk Saguling. Skripsi. Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan. Institut Pertanian Bogor. Bogor. 59 hal.
Simbolon, D., Simange, M. S., Wulandari, S. Y. 2010. Kandungan Merkuri dan Sianida pada Ikan yang Tertangkap dari Teluk Kao, Halmahera Utara. Ilmu Kelautan. Vol. 15 (3). Hal: 126-134.
Sudarwin. 2008. Analisis Spesial Pencemaran Logam Berat (Pb dan Cd) pada Sedimen Aliran Sungai dari Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Sampah Jatibarang Semarang. Tesis. Program Pasca Sarjana. Universitas Diponegoro. Semarang. 106 hal.
Suartini, N. M., N. M. Sudarti, M. Pharmawati dan A. A. G. R. Dalem. 2010. Identifikasi Makrozobenthos di Tukad Bausan, Desa Pererenan, Kabupaten Badung, Bali. Ecothropic. Vvol. 4(2): hal. 73-79.
Susanto, D. 2008. Gambaran Histopatologi Organ Insang, Otot dan Usus Ikan Mas (Cyprinus carpio) di Desa Cibanteng. Skripsi. Fakultas Kedokteran Hewan. Institut Pertanian Bogor. Bogor. 36 hal.
Suseno, H. 2011. Bioakumulasi Merkuri dan Metil Merkuri oleh Oreochomis mossambicus Menggunakan Aplikasi peruntut Radioaktif: Pengaruh Konsentrasi, Salinitas Partikulat, Ukuran Ikan dan Kontribusi Jalur Pakan. Disertasi. Program Studi Dokter Ilmu Kimia. Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam. Depok. 147 hal.
Svavarsson, J. A. Granmo, R. Ekelund, and J. Szpunar, 2001. Occurrence and Effects of Organition on Adult Common Whelk Buccinum undatum (Molusca, Gastropods) in Harbours and in a Simulated Dredging Situation .Mar. Poll.Bull.Vol. 42. pp. 370-376.
Ulfin, I. 2001. Penyerapan Logam Berat Timbal dan Cadmium dalam Larutan oleh Kayu Apu (Pistia stratiotes L). Majalah KAPPA. Vol.2, No. 1. Hal: 23-31.
Umar. 2011. Kajian Pengaruh Gelombang Terhadap Kerusakan Pantai Matang Danau Kabupaten Sambas. Fakultas Teknik Universitas Tanjungpura. Jurnal Teknik Sipil Universitas Tanjungpura. Vol.11, No. 1. Hal: 93-102. 
Wahyuni, H. Sasongko, S. B., Sasongko, D. P. 2013. Konsentrasi Logam Berat di Perairan, Sedimen dan Biota Dengan Faktor Biokonsentrasinya di Perairan Batu Belubang, Kab. Bangka Tengah. Skripsi. Universitas Diponegoro. Semarang. 18 hal.
Yustika, A. E. dan A. I. Rozuli. 2009. Studi Implikasi Pengelolaan Irigasi terhadap Akses Air dan Pendapatan Petani. Laporan Hibah Penelitian Strategi Nasional Tahun 2009. Universitas Brawijaya. Malang. 10 hal.


Terima Kasih

0 comments:

Post a Comment

Silahkan jika anda ingin komentar, karena masukan dan kritikan anda sangat berharga demi kemajuan, namun tolong gunakan bahasa yang sopan