Pages

Saturday, February 25, 2017

Karotenoid dari Makroalgae dan Mikroalgae: Potensi Kesehatan Aplikasi dan Bioteknologi

Karotenoid dari Makroalgae dan Mikroalgae: Potensi Kesehatan Aplikasi dan Bioteknologi

I PENDAHULUAN
1.1       Latar Belakang
Karotenoid merupakan pigmen yang paling umum terdapat di alam dan disintesis oleh semua organisme fotosintetik dan fungi (Vílchez et al., 2011). Karotenoid berasal dari kelas terpenoid, berupa rantai poliena dengan 40 karbon yang dibentuk dari delapan unit isoprena C5, yang memberikan struktur molekul karotenoid yang khas (del Campo et al., 2007). Karotenoid dikelompokan menjadi 2 kelompok: (1) karoten, yang merupakan kelompok hidrokarbon (C40H56) dan (2) xantofil, yang merupakan turunan karoten teroksigenasi (Gross, 1991). Semua xantofil disintesis oleh tanaman tinggi, sementara violaxantin, anteraxantin, zeaxantin, neoxantin dan lutein, juga dapat disintesis oleh mikroalgae.
Hingga saat ini telah teridentifikasi 700 jenis karotenoid berdasarkan perbedaan struktur molekulnya (Britton et al., 1995). Sumber karotenoid yang paling penting berasal dari tumbuhan (Zeb dan Mehmood, 2004). Pada tumbuhan dan algae, karotenoid memegang peranan penting dalam proses fotosintesis bersama dengan klorofil. Sebagai pigmen yang jumlahnya berlimpah di alam, karotenoid juga memiliki manfaat yang luar biasa bagi kehidupan manusia. Karotenoid memberikan kontribusi yang besar bagi berbagai sektor kehidupan terutama sebagai sumber vitamin A yang bermanfaat bagi organ visual, pewarna makanan, bahan aditif pada makanan, penambah sel darah merah, antioksidan, antibakteria, meningkatkan imunitas, serta pengganti sel-sel yang rusak (Ndiha dan Limantara, 2009; Kusmiati et al., 2010).
Berdasarkan beberapa hasil penelitian, algae merupakan salah satu penghasil karotenoid terbesar. Karotenoid algae menunjukkan keragaman struktur dan sekitar 100 karotenoid yang berbeda telah ditemukan pada algae (Britton et al., 1995). Lebih dari 40 karoten dan xantofil telah diisolasi dan dikarakterisasi dari mikroalga (Jin et al., 2003). Review dari jurnal ini memfokuskan pada jenis-jenis karotenoid yang bersumber dari makro dan mikro algae, potensinya bagi kesehatan, aplikasi serta bioteknologi yang dikembangkan untuk peningkatan produksi biopigmen dari algae.

II PEMBAHASAN
Mikroalgae penghasil karotenoid
Menurut del Campo et al. (2007), mikroalgae merupakan sumber alami untuk berbagai senyawa penting, termasuk pigmen. Selain xantofil utama, mikroalgae dapat mensintesis xantofil tambahan, misalnya, loroxantin, astaxantin dan kastaxantin. Beberapa jenis mikroalgae hijau seperti Dunaliela spp dan Haemotococcus pluvialis (Gambar 1), dapat menjadi merah ketika mengakumulasi karotenoid dengan konsentrasi tinggi pada kondisi yang sesuai. Jenis-jenis mikroalgae yang kini telah dikultur untuk dimanfaatkan antara lain:
Dunaliela spp
Dunaliella merupakan mikroalga hijau yang memiliki kemampuan untuk mengakumulasi jumlah β-karoten alami dalam jumlah sangat tinggi pada beberapa kondisi stres seperti keterbatasan nitrogen atau konsentrasi garam tinggi dan terkena intensitas cahaya tinggi (El Baz et al., 2002; Abd El-Baky et al., 2004; Raja et al., 2007). Hasil penelitian yang dilakukan oleh Abd El-Baky et al. (2007b), ditemukan bahwa Dunaliella salina mengakumulasi jumlah karotenoid yang tinggi (12,6%, berat kering), termasuk β-karoten (60,4% dari karotenoid total), astaxantin (17,7%), zeaxantin (13,4%), lutein (4,6%), dan kriptoxantin (3,9%), ketika dibudidayakan dibawah kondisi stres salinitas dan dikombinasikan dengan tingkat nitrogen rendah.
Haemotococcus pluvialis
Mikroalga lain yang dapat menghasilkan pigmen adalah H. pluvialis, biflagelata dengan sel berbentuk bola, elips, atau berbentuk buah pir. H. pluvialis merupakan salah satu alga yang mensintesis dan mengakumulasi astaxantin konsentrasi tinggi di alam, 1000-3000 kali lipat lebih tinggi dibandingkan fillet salmon, dan sekarang telah dibudidayakan pada skala industri. Akumulasi astaxantin terjadi akibat respon terhadap tekanan lingkungan terutama intensitas cahaya yang tinggi, kurangnya udara, nitrogen, terbatasnya fosfat dan kadar garam. H. Pluvialis mengandung astaxantin sebanyak 1,5-3% berat kering dalam kondisi stres. Kandungan karotenoid H. pluvialis sekitar 70% berupa monoesters astaxantin, 10% diester astaxantin, 5% astaxantin bebas, dan 15% sisanya terdiri dari campuran bkaroten, kantaxantin, lutein dan karotenoid lainnya. Meskipun lebih dari 95% dari pasar mengkonsumsi astaxantin sintetik, namun permintaan konsumen untuk produk-produk alami telah mendukung produksi astaxantin alami dari Haematococcus (Cysewski dan Lorenz, 2004).
Chlorella
Chlorella merupakan spesies mikroalga hijau yang dijumpai di semua habitat air dan telah diisolasi dari air tawar serta habitat air laut (Iwamoto, 2004). Chlorella pyreniodesa diketahui sebagai penghasil beberapa jenis karotenoid, seperti β-karoten, α-karoten, lutein, zeaxantin, astaxantin, dan neoxantin. Mikroalga Chlorella pyrenoidosa menghasilkan senyawa lutein kasar 100 μg/g berat basah selnya. Dari hasil fraksinasi dan purifikasi diperoleh ekstrak lutein murni sebesar 0,878 μg/g berat basah sel mikroalga (Kusmiati et al., 2010). Ditambahkan pula oleh Iwamoto (2004), setiap gram massa sel kering terkandung karotenoid total 7 mg (3,5 mg lutein, 0,5 mg α-karoten, 0,6 mg β-karoten) dan 35 mg klorofil. Sementara karotenoid utama dari C. ellipsoidea terdiri dari violaxantin, anteraxantin dan zeaxantin, sedangkan karotenoid dari C. vulgaris hampir seluruhnya terdiri dari lutein (Cha et al., 2008).
Spirulina (Spirulina platensis)
Alga hijau-biru Spirulina (Spirulina platensis), merupakan sumber fikobiliprotein khususnya fikosianin, yang dapat mencapai 17-20% dari berat kering sel Spirulina (Chastenholz, 1989 dalam Hu, 2004). Spirulina memiliki bentuk spiral kumparan. Nama Spirulina adalah nama umum suplemen makanan manusia dan hewan yang dihasilkan terutama dari dua spesies Spirulina: Spirulina platensis dan Spirulina maxima. Spirulina juga mengakumulasi β-karoten lebih dari 0,8-1 ,0% berat keringnya. Kromatogram KCKT dari S. plantensis menunjukkan adanya kandungan β-karoten (39,12 µg/g), astaxantin (5,61 µg/g), lutein (0,30 µg/g), zeaxantin (1,56 µg/g) dan kriptoxantin (1,69 µg/g) sebagai komponen karotenoid
utama bersama dengan karotenoid lain (Abd El-Baky et al., 2007a).
Gambar 1. Mikroalga penghasil pigmen: Dunaliela spp. (a), Haemotococcus pluvialis (b), Chlorella (c), Spirulina platensis (d)
Karotenoid dari makroalgae
Makroalgae adalah salah satu sumber daya laut yang penting untuk pangan, pakan dan obat sejak zaman kuno di Barat (Kumar, 2009). Makroalgae dikelompokkan dalam tiga divisi utama yaitu Chlorophyceae (alga hijau), Phaeophyceae (alga coklat) dan Rhodophyceae (alga merah).
Alga merah
Anggota Rhodophyceae biasanya dapat dijumpai di perairan dangkal hingga zona intertidal. Salah satu anggota Rhodophyceae yang terkenal dan telah banyak dibudidayakan untuk kepentingan perekonomian adalah jenis Kappaphycus alvarezii (Gambar 2a). K. alvarezii memiliki warna tallus yang bervariasi dari merah, coklat, hingga hijau. Berdasarkan hasil penelitian, diketahui kandungan karotenoid pada K. Alvarezii terdiri dari zeaxantin, β-karoten, violaxantin, kriptoxantin, xantofil, dan lutein (de Fretes et al., 2011; Andersson et al., 2006). Sementara karotenoid yang terkandung pada Porphyridium cruentum antara lain cis-zeaxantin, transzeaxantin, α-karoten dan cis α-karoten (Abidin et al., 2010).
Alga coklat
Alga coklat kaya akan fukoxantin dan pigmen fotosintesis lain yaitu klorofil a dan c (Zapata et al., 2006), β-karoten dan violaxantin (Burtin, 2003). Keberadaan klorofil a pada alga coklat dilengkapi dengan pigmen aksesoris yaitu klorofil c dan karotenoid yang berfungsi melindungi klorofil a dari foto-oksidasi (Atmadja, 1996; Green dan Dunford, 1996). Hasil penelitian menunjukan komposisi karotenoid pada Sargassum sp. (Gambar 2b), yaitu fukoxantin, xantofil, dan β-karoten (Merdekawati, 2009; Hegazi, 2002).
Gambar 2. Makroalga: Kappaphycus alvarezii (Alga merah) (a), Sarggasum sp. (Alga coklat) (b), Caulerpa sp. (Alga hijau) (c)
Alga hijau
Selain memiliki klorofil sebagai pigmen fotosintesisnya, alga hijau juga memiliki karotenoid sebagai pigmen tambahan. Karotenoid utama yang dimiliki alga hijau diantaranya β-karoten, lutein, violaxantin, anteraxantin, zeaxantin, dan neoxantin (Atmadja, 1996; Burtin, 2003). Hasil penelitian yang dilakukan oleh Hegazi et al. (1998), siponoxantin hadir sebagai karotenoid utama pada Caulerpa prolifera (Gambar 2c). Selain itu C. prolifera juga mengandung siponein, neoxantin, violaxantin, mikroxantin, mikronon, lutein, α-karoten dan β-karoten.
Potensi karotenoid dari mikroalgae dan makroalgae bagi kesehatan
Karotenoid menunjukkan aktivitas biologis sebagai antioksidan, mempengaruhi regulasi pertumbuhan sel, dan memodulasi ekspresi gen dan respon kekebalan tubuh. Antioksidan merupakan senyawa yang dapat mencegah proses oksidasi radikal bebas. Pada manusia, reaksi oksidasi didorong oleh spesies oksigen reaktif, yang jika tidak dinonaktifkan oleh karotenoid maka akan menyebabkan kerusakan protein dan mutasi DNA, pada akhirnya menyebabkan penyakit kardiovaskular, beberapa jenis kanker, penyakit degeneratif, dan penuaan. Karotenoid mampu menyerap energi eksitasi singlet oksigen radikal ke dalam rantai, sehingga melindungi jaringan dari kerusakan kimiawi. Bukti epidemiologi menunjukan hubungan antara tingginya asupan konsentrasi karotenoid dengan rendahnya risiko penyakit kronis (Rao dan Rao, 2007). Makroalga digunakan sebagai makanan dengan manfaat dan potensi gizi serta manfaat bagi industri dan obat-obatan untuk berbagai tujuan (Abd El-Baky et al., 2008). Aktifitas antioksidan Padina minor menunjukkan peran yang potensial sebagai produk nutraceutical dan cosmeceutical (Amornlerdpison et al., 2007). Sementara hasil penelitian yang dilakukan oleh Zahra et al. (2007) menunjukkan bahwa alga Sargassum boveanum berpotensi menjadi sumber antioksidan alami. Banyak mikroalgae menghasilkan senyawa bioaktif seperti antibiotik, algisida, senyawa farmasi aktif dan pengatur
per-tumbuhan tanaman (Katırcıoğlu et al., 2004). Antibiotik telah diperoleh dari berbagai jenis algae. Algae juga telah diteliti sebagai sumber vitamin dan prekursor vitamin, terutama asam askorbat, riboflavin dan α-β-dan γ -tokoferol. Beta-karoten (β-karoten) dan karotenoid lainnya (astaxantin dan lutein) merupakan bagian integral dari fotosintesis yang juga ditemukan pada algae dan berfungsi sebagai pigmen aksesori di kompleks pemanen cahaya (light harvesting) dan
sebagai agen pelindung melawan produk oksigen aktif yang terbentuk dari fotooksidasi. Di antara berbagai mikroalgae yang telah dieksplorasi potensi komersialnya, spesies Dunaliella, Chlorella, dan Spirulina merupakan tiga mikroalgae utama yang telah berhasil dikultur untuk memproduksi senyawa berharga dengan konsentrasi tinggi seperti lipid, protein dan pigmen (ElBaz et al., 2002). Beberapa karotenoid penting yang dihasilkan oleh algae adalah sebagai berikut:
Beta-karoten (β-karoten)
Beta-karoten (β-karoten) merupakan jenis karotenoid yang paling banyak jumlahnya di alam dan hampir semua tanaman mengandung β-karoten. Dunaliella mampu mengakumulasi β- karoten dalam konsentrasi yang sangat tinggi saat dikultur dengan kondisi stres lingkungan. Tidak seperti astaxantin, likopen dan kriptoxantin, β-karoten dapat diubah menjadi vitamin A di dalam tubuh. Cincin β dari β–karoten didalam tubuh akan diubah menjadi vitamin A oleh enzim 15,15’ dioksigenase menjadi 2 molekul retinal, kemudian molekul retinal akan direduksi menjadi retinol yang merupakan vitamin A (Lindqvist dan Anderson, 2002). Struktur kimia β-karoten dan beberapa karotenoid lain yang diproduksi oleh algae disajikan pada Gambar 3.
Karotenoid khususnya β-karoten memiliki aktifitas antioksidan yang tinggi sehingga mampu mengurangi resiko penyakit jantung, stroke, semua penyakit kardiovaskuler dan melindungi tubuh dari risiko kanker paru-paru, payudara dan
prostat (Burtin, 2003). Beta-karoten (β-karoten) dalam mendeaktivasi radikal bebas diawali dengan proses peroksidasi lemak, karena β-karoten merupakan salah satu tipe antioksidan lemak (Burton dan Ingold, 1984 dalam Limantara dan Kusmita, 2009). Aktivitas antioksidan trans-β karoten lebih tinggi dari cis β-karoten. Senyawa β-karoten dalam bentuk isomer trans mempunyai aktifitas provitamin A sebesar 100%. Perubahan stuktur kimia β-karoten dari bentuk trans ke bentuk cis menyebabkan penurunan aktivitas vitamin A dari 100% ke 30% (Andarwulan dan Sutrisno, 1992).

Gambar 3. Struktur kimia dari beberapa karotenoid yang diproduksi oleh algae

Fukoxantin
Fukoxantin adalah golongan senyawa karotenoid berwarna oranye, yang dapat dibedakan dengan anggota karotenoid lain, seperti karoten pada wortel atau likopen yang memberikan warna merah pada tomat. Sebagian fukoxantin berasal dari alga coklat, yakni jenis yang sering digunakan sebagai makanan tradisional Jepang seperti wakame (Undaria pinnatifida) dan hijiki (Hijikia fusiformis). Dilaporkan bahwa fukoxantin memiliki aktivitas anti kanker pada tikus uji, menghambat pertumbuhan sel tumor dan menginduksi apoptosis dalam sel kanker. Karotenoid tidak hanya bertindak sebagai antioksidan saja, tetapi juga dapat bertindak sebagai prooksidan. Ikatan rangkap terkonjugasi yang dimiliki oleh fukoxantin dan neoxantin dianggap sangat rentan terhadap asam, alkali, dan oksigen. Aktivitas prooksidan inilah yang diduga berperan untuk menginduksi apoptosis pada sel kanker (Lee et al., 2003).
Astaxantin
Astaxantin adalah pigmen karotenoid golongan xantofil yang dikenal sebagai antioksidan biologis yang baik. Astaxantin bisa ditemukan pada mikroalga yang hidup di perairan seluruh dunia, serta pada hewan laut seperti salmon segar, udang, dan lobster (Guerin et al., 2003; Suseela dan Toppo, 2006). Astaxantin digunakan sebagai sumber pigmentasi yang memberikan warna merah muda pada organisme-organisme tersebut. Dalam berbagai penelitian, astaxantin telah terbukti menunjukkan efek pemadaman yang kuat terhadap singlet oksigen, kemudian melepaskan energi dalam bentuk panas, dan menetralkan radikal bebas yang selanjutnya mencegah dan menghentikan reaksi oksidasi (Guerin et al., 2003). Aktivitas astaxantin diyakini merupakan mekanisme utama dari aktivitas perlindungan terhadap fotooksidasi oleh sinar UV, inflamasi, kanker, penuaan dan penyakit yang terkait dengan usia, peningkatan respon sistem imun, fungsi hati dan jantung, kesehatan mata, persendian dan prostat (Guerin et al., 2003). Astaxantin dapat dihasilkan secara bioteknologi oleh sejumlah mikroorganisme, dan yang paling baik adalah oleh Haematococcus pluvialis (Chlorophyceae), yang mengakumulasi astaxantin sebagai respon terhadap kondisi stres lingkungan seperti radiasi, suhu dan salinitas yang tinggi (Wang et al., 2003).

Lutein dan zeaxantin
Jenis karotenoid lain yaitu lutein dan zeaxantin mampu mengobati penyakit mata dan kanker kulit. Beberapa studi telah dilakukan untuk mengetahui hubungan antara kadar plasma lutein dan zeaxantin dan risiko pengembangan penyakit
degenerasi makular akibat usia (AMD). Peningkatan asupan makanan atau suplemen yang kaya lutein dan zeaxantin, meningkatkan kadar plasma, yang positif dan signifikan terkait dengan kepadatan pigmen makula optik sehingga menurunkan risiko perkembangan AMD (Zhao dan Sweet, 2008). Sebagai antioksidan, lutein dan zeaxantin membantu untuk melawan radikal bebas yang dapat membahayakan mata serta melindungi makula mata dari reaksi fotokimia yang merugikan. Manfaat kesehatan lain dari zeaxantin adalah membantu menyaring sinar biru berenergi tinggi. Sinar biru dapat menjadi fototoksik bagi sel retina di makula. Diyakini bahwa zeaxantin memblok cahaya biru, sehingga mengurangi risiko kerusakan yang disebabkan cahaya oksidatif yang dapat menyebabkan AMD (Bone et al., 2002). Demikian juga, karotenoid diekstraksi khususnya dari Chlorella ellipsoidea dan Chlorella vulgaris terbukti dapat menghambat perkembangan kanker pada manusia (Cha et al., 2008).

Aplikasi karotenoid yang berasal dari algae
Pewarna makanan
Mikroalgae menghasilkan berbagai jenis karotenoid, lebih dari 40 karoten dan xantofil telah diisolasi dan dikarakterisasi (Jin et al., 2003). Karotenoid yang paling sederhana adalah β- karoten, ditemukan di semua spesies algae. Lutein, cantaxantin, zeaxantin, dan likopen telah diproduksi secara komersial, tetapi masih dalam jumlah yang kecil (Spolaore et al., 2006). Sementara yang paling menarik adalah astaxantin, yang diproduksi dalam jumlah yang signifikan (1,5-4% dari biomassa kering) oleh mikroalga hijau H. pluvialis, dan digunakan dalam akuakultur untuk memberikan warna pink pada salmon (del Campo et al., 2007). Karotenoid mikroalga digunakan sebagai sumber pewarna dan pemadam spesies oksigen reaktif (ROS) (del Campo et al., 2007; Vílchez et al., 2011 ). Lutein digunakan untuk pewarnaan obat dan kosmetik. Beta-karoten (β-karoten) dan zeaxantin juga berfungsi sebagai pewarna makanan (Mercado et al., 2004). Fikobilin atau Fikobili protein yang larut dalam air juga merupakan pigmen aksesori yang juga digunakan sebagai pewarna untuk makanan dan produk kosmetik.

Suplemen makanan
Penggunaan mikroalgae untuk konsumsi manusia sebagai sumber makanan kesehatan yang bernilai tinggi, makanan fungsional dan untuk produksi produk biokimia, seperti vitamin, karotenoid, fikosianin dan asam lemak tak jenuh ganda termasuk asam lemak omega-3 telah dikembangkan (Pugh et al., 2001 ; Spolaore et al., 2006). Suplemen makanan yang mengandung karotenoid sangat diharapkan baik untuk menambah masukan jumlah karotenoid selain yang telah diperoleh dari asupan makanan, maupun untuk menyediakan karotenoid bagi mereka yang hanya mengkonsumsi makanan dengan jumlah karotenoid yang rendah. Oleh karena kandungan karotenoidnya, nilai komersil dari mikroalgae menjadi meningkat dan penggunaannya semakin luas termasuk sebagai suplemen makanan. Sebagai contoh β-karoten, lutein, zeaxantin, violaxantin, astaxantin, yang banyak dikandung oleh mikroalga jenis Chlorella, Spirulina, dan Dunaliella, kini dapat ditemukan dipasaran dalam bentuk pil tablet, dan kapsul (Vílchez et al., 2011). Bubuk DunanielIa yang kaya akan β-karoten telah dieksploitasi dibanyak negara sejak tahun 1980. Sejauh ini hanya beberapa ratus dari puluhan ribu spesies mikroalgae telah diselidiki potensinya untuk obat-obatan dan nutraceuticals (Olaizola, 2003).

Bioteknologi bagi produksi karotenoid algae
Fokus utama bioteknologi algae adalah untuk memperoleh senyawa kimia bernilai tinggi untuk digunakan sebagai pakan pada akuakultur dan keperluan industri. Beberapa mikroalga, seperti Chlorella, Spirulina dan Dunaliella, telah dibudidaya
secara komersial untuk memproduksi lutein, β-karoten dan fikosianin. Karotenoid yang dikandung baik pada makro maupun mikroalgae dapat diperoleh melalui proses ekstraksi. Namun, karena kebutuhan akan karotenoid alami yang terus meningkat, maka diperlukan adanya optimalisasi produksi pigmen untuk menjawab kebutuhan tersebut. Usaha yang pertama adalah dengan metode kultur skala masal spesies mikroalgae penghasil karotenoid. Ada dua sistem yang diterapkan pada metode ini, yaitu kultur pada kolam terbuka dengan spesifikasi kedalaman kolam 2-10 m dan lebar 15-30 cm dan dibuat jalur berkelokkelok. Setiap unit dapat mencakup area seluas ratusan hingga ribuan m2. Sistem yang kedua yaitu sistem kultivasi tertutup dengan menggunakan fotobioreaktor yang dapat berbentuk pipih maupun berbentuk pipa (del Campo et al., 2007). Dunaliella merupakan organisme yang sangat cocok untuk kultur masal pada kolam terbuka. Teknik terbaru kini telah diterapkan untuk optimalisasi produksi astaxantin dari Haematococcus. yaitu dengan menggunakan fotobioreaktor tertutup dengan cahaya buatan atau kombinasi antara fotobireaktor tertutup dan kultur kolam terbuka (Dufosee, 2009).
Tabel 1. beberapa penelitian tentang uji coba faktor stress lingkungan untuk optimasi produk pigmen

Selama kultivasi mikroalga, beberapa faktor stres lingkungan dipaparkan pada kultur dan telah terbukti dapat meningkatkan produksi karotenoid pada mikrolagae kultur. Faktor-faktor tersebut meliputi kadar garam, intensitas cahaya,
kurangnya udara, nitrogen, dan kadar fosfat (El Baz et al., 2002; Abd El-Baky et al., 2004). Daftar beberapa penelitian tentang perlakuan uji coba faktor stres lingkungan pada kultur mikroalgae untuk optimasi produksi pigmen disajikan pada
Tabel 1. Makroalgae digunakan dalam produksi pangan, pakan, bahan kimia, kosmetik dan produk farmasi. Makroalgae diproduksi terutama di Negara-negara Asia seperti Cina, Filipina, Korea Utara dan Selatan, Jepang dan Indonesia.
Namun, Amerika Serikat, Kanada dan negara-negara Eropa seperti Perancis, Jerman dan Belanda berusaha untuk membangun budidaya makroalgae skala besar. Di Amerika, beberapa sistem budidaya skala besar dirancang dan diuji untuk diaplikasikan di laut terbuka (Chynoweth, 2002). Untuk spesies makroalga seperti Sargassum dimungkinkan untuk menggunakan metode budidaya apung. Metode budidaya rawai (long-line), rakit apung dan tali gantung untuk budidaya spesies Kappaphycus alvarezii, telah banyak dilakukan di berbagai lokasi budidaya di Indonesia. Metode budidaya seperti ini telah terbukti dapat meningkatkan produksi algae, karena selain menghemat biaya juga terjadi penghematan lahan yang
menghasilkan produksi algae dalam jumlah yang tinggi untuk menjawab kebutuhan pasar.

III KESIMPULAN
Karotenoid tidak hanya dihasilkan oleh organisme fotosintesis di darat namun dapat pula dihasilkan oleh algae, termasuk didalamnya makro dan mikroalgae. Beberapa karotenoid penting yang dihasilkan dalam jumlah yang cukup besar oleh algae antara lain β-karoten, astaxantin, lutein, zeaxantin, kriptoxantin, serta fukoxantin. Karotenoid-karotenoid tersebut telah dimanfaatkan baik untuk kesehatan, maupun sebagai pewarna dan substansi penting pada suplemen makanan. Hasil penelitian telah membuktikan berbagai peranan karotenoid dari algae untuk mencegah penyakit degeneratif, kanker, kardivaskuler, dan bertindak sebagai antioksidan kuat. Untuk menjawab permintaan konsumen akan pigmen alami, maka industri biopigmen telah mengembangkan cara untuk mengoptimalkan produksi pigmen khususnya karotenoid yakni menumbuhkan mikroalgae skala masal dengan memberikan paparan beberapa faktor stres lingkungan seperti kadar garam, intensitas cahaya, kurangnya udara, nitrogen, dan kadar fosfat. Bioteknologi diharapkan dapat menjadi solusi untuk menyediakan pigmen alami khususnya karotenoid untuk menjawab kebutuhan pasar mengingat pentingnya peranan karotenoid bagi kesehatan manusia.
DAFTAR PUSTAKA
Fretes, H.D, A.B. Susanto, B. Prasetyo dan L. Limantara. 2012. Karotenoid dari Makroalgae dan Mikroalgae: Potensi Kesehatan Aplikasi dan Bioteknologi. Jurnal Teknologi dan Industri Pangan. Vol. XXIII (2): 221-228 p.


0 comments:

Post a Comment

Silahkan jika anda ingin komentar, karena masukan dan kritikan anda sangat berharga demi kemajuan, namun tolong gunakan bahasa yang sopan